Dewan Perwakilan Rakyat baru-baru ini mengesahkan Undang-undang nomor 2 tahun 2017 terkait jasa dibidang konstruksi. Salah satu substansi yang paling penting dalam UU tersebut adalah adanya pertindungan hukum terhadap upaya yang menghambat penyelenggaraan jasa konstruksi.
Perlindungan ini termasuk perlindungan bagi pengguna dan penyedia jasa (kontraktor) dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi, dimana pada RUU tentang Jasa Konstruksi yang baru tidak terdapat klausul kegagalan pekerjaan konstruksi hanya ada klasul kegagalan bangunan. Hal ini sebagai peiiindungan antara pengguna dan penyedla jasa saat melaksanakan pekerjaan konstruksi.
"Disini juga ada perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia dalam bekerja di bidang jasa konstruksi, termasuk pengaturan badan usaha asing yang bekerja dl Indonesia, juga penetapan standar remunerasi minimal untuk tenaga kerja konstruksi diatur pula dalam UU Jasa Konstruksi yang baru," kata Dirjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Yusid Toyib di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Kamis, (9/3/2017).
Baca Juga: Kementerian PUPR Distribusi Air Bersih di Lokasi Banjir Sumbar
Selain itu, terdapat pula substansi jaring pengaman terhadap investasi yang akan masuk di bidang jasa konstruksi serta adanya jaminan mutu penyelenggaraan jasa konstruksi yang sejalan dengan nilai-niiai keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan.
Selama ini memang rentan terjadi pelaksanaan pekerjaan konstruksi menemui konflik atau sengketa antara pihak yang terlibat di dalamnya.
"Bahkan dapat dikatakan sengketa dalam permasalahan konstruksi merupakan persoalan yang endemik," katanya.
Yusid menjelaskan, seringkali sengketa diselesaikan melalui jalur irigasi yang ditangani tidak oleh ahli bidang konstruksi sehingga menghasilkan putusan yang kurang adil bagi para pihak yang bersengketa.
"Selain itu prosedur pengadilan yang lama dan berbeiit-belit juga dianggap memberikan udara yang tidak begitu sehat dalam perkembangan bisnis sektor konstruksi," ungkapnya.
Ada lagi proses penyelesaian sengketa di Iuar pengadilan yang dikenal dengan Arbitrase. Kemudian juga dalam kedua proses penyelesaian sengketa ini, hubungan antara para pinak yang bersengketa memburuk dan sering kali pekerjaan konstruksi tidak terselesaikan.
UU Jasa Konstruksi memberikan dukungan keberadaan Dewan Sengketa/ Dispute Board sebagal salah satu jalan untuk menekan angka pertumbuhan sengketa konstruksi.
Tugas utama DB adalah untuk meluruskan segala klaim yang diajukan baik oleh penyedia jasa ataupun pengguna jasa dalam pekerjaan konstruksi, mulai dari perencanaan sampai dengan masa operasionai dan pemeiiharaan sebelum berkembang menjadi sengketa.
"Diharapkan dengan pembentukan DB pada setiap pekerjaan konstruksi di Kementerian PUPR, kita bisa meningkatkan iklim bisnis konstruksi di Indonesia," kata Yasid.