Pada Selasa (7/3/2017), Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi sebagai pimpinan delegasi Direktorat Jenderal Pajak mengadakan kunjungan ke Her Majesty's Revenue and Customs di Kantor Pusat HMRC, London, Inggris. Kunjungan ini dimaksudkan untuk membangun hubungan bilateral perpajakan antara dua otoritas pajak masing-masing negara.
Dalam kunjungan ini, Dirjen Pajak didampingi oleh Direktur Pajak Internasional, Poltak Maruli John Liberty Hutagaol, Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak, Yon Arsal beserta beberapa pejabat lainnya diterima langsung oleh Mr. Edward Troup sebagai Komisioner HMRC UK.
Rincian pertemuan ini antara lain membahas masalah pajak global yang juga dihadapi oleh kedua negara seperti masalah pemajakan atas transaksi Over The Top (OTT). Pertemuan ini juga menjadi ajang tukar pengalaman dan informasi terkait dengan persiapan pelaksanaan Rekomendasi Anti Base Erosion & Profit Shifting (BEPS Deliverables) dan Pertukaran Informasi Keuangan secara Otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI).
Baca Juga: Akhirnya Google Serahkan Laporan Keuangan ke Ditjen Pajak
Baik Dirjen Pajak maupun Komisioner HMRC menyadari perlunya komitmen dan pendekatan bersama untuk menyelesaikan masalah pajak global saat ini. "Globalisasi dan praktek agresif perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan berskala lintas negara (multinational enterprises) dan para orang pribadi kaya (high wealth individual taxpayers) telah mengerus basis pemajakan di masing-masing negara," kata Ken dalam keterangan resmi, Rabu (8/3/2017).
Terkait penanganan atas penghindaran pajak melalui media Over The Top yang saat ini menjadi topik panas di Indonesia dan negara-negara lainnya, HMRC membagi pengalamannya dalam menerapkan Diverted Profit Tax (DPT). Dalam penerapan DPT, HMRC mendapat dukungan luas dari lapisan stakeholders-nya.
Terkait dengan BEPS, dibahas mengenai perkembangan kesiapan masing-masing negara dalam mengadopsi Rekomendasi BEPS kedalam ketentuan domestik di masing-masing negara. Ada beberapa rencana aksi yang dibahas yaitu Aksi 1 terkait digital economy, Aksi 2 mengenai hybrid mismatch arrangement, Aksi 6 tentang treaty abuse, Aksi 12 tentang Mandatory Disclosure Rule (MDR) dan Aksi 14 tentang dispute resolution. "Khusus mengenai MDR, Indonesia banyak menerima masukkan dari HMRC sebagai negara yang telah menerapkan anti abusive tax planning mechanism," ujar Ken.
Selain itu, kedua otoritas pajak juga membahas kesiapan masing-masing negara dalam rangka penandatangan multilateral instrument (MLI) dalam waktu dekat ini.
Sedangkan terkait dengan AEOI, HMRC menjelaskan persiapan yang sudah dilakukan mengingat Inggris adalah salah satu early adopter yaitu tahun 2017 ini.
Juga dibahas mengenai pelaksanaan Program Amnesti Pajak di Indonesia yang tergolong sukses tersebut dikaitkan dengan proses reformasi pajak yang sedang bergulir di tahun 2017.