Suara.com - PT Freeport Indonesia (PTFI) ternyata tidak memiliki bukti sah atas pembelian tanah masyarakat adat suku Amungme, yang kekinian menjadi lokasi operasional perusahaan.
Kasus tersebut diungkapkan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai, dalam rapat bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (7/3/2017).
"Kami panggil pemilik sumber bahannya langsung, seperti Kementerian ESDM, Kementerian Agraria, dan Freeport. Kami minta Freeport tunjukkan bukti, mereka tidak bisa tunjukkan. Kementerian Agraria mengatakan tidak punya info. Berarti, mereka (Freeport) tidak ada legalitas," kata Natalius, seperti dilansir Antara.
Baca Juga: Nasihat Lulung Kalau Nanti Ahok Menang Lagi
Ia mengatakan, ada delapan suku yang terkena dampak operasi PTFI. Tapi, dua suku yang terkena dampak besar yakni suku Amungme sebagai pemilik lahan dan suku Kamoro yang berada di wilayah pesisirnya.
"Dari sisi hak milik, itu wilayah suku Amungme. Itu wilayah hukum adat, namun suku Kamoro jadi perhatian serius karena terdampak langsung di sekitar itu," ungkapnya.
Menurut dia, telah terjadi penguasaan dan perampasan hak masyarakat secara sewenang-wenang oleh PTFI, sehingga Komnas HAM mendesak perusahaan itu memberikan kompensasi berupa uang atau pembagian saham terhadap dua suku tersebut.
Komnas HAM juga menginginkan agar Kementerian ESDM bisa menindaklanjuti penguasaan lahan ini, dengan melibatkan masyarakat adat dalam perundingan antara pemerintah dengan Freeport.
"Apakah nanti perundingan antara PTFI dan pemerintah berhasil, kemudian usahanya dilanjutkan, atau malah dihentikan, tidak menjadi kekhawatiran kami. Kalau dilanjutkan bagaimana posisi masyarakat, kalau terhenti bagaimana tanggung jawab akibat operasi yang menyebabkan berbagai kerugian," ungkapnya.
Baca Juga: Tujuh Korban Luka Tembak Tawuran Manggarai Sudah Pulih
Pertemuan antara Komnas HAM dan Kementerian ESDM itu juga turut dihadiri Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, dan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Aryono.