Pembengkakan Investasi Kilang Donggi Senoro Dinilai Janggal

Adhitya Himawan Suara.Com
Selasa, 07 Maret 2017 | 13:26 WIB
Pembengkakan Investasi Kilang Donggi Senoro Dinilai Janggal
Pengisian LNG dari Kilang Donggi Senoro ke Kapal Kargo LNG MT Aquarius di Desa Uso, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, Sabtu (22/10). [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengkritik kebijakan Manajemen PT Pertamina (Persero) dan PT Medco Energi Internasional Tbk yang tidak melakukan tender atau beauty contest ulang. Tender ulang perlu dilakukan dalam proyek kilang gas alam cair (liquefied natural gas/ LNG) di Donggi Senoro, Desa Uso, Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, karena terjadi pembengkakan biaya investasi yang tidak wajar.

"Tender ulang perlu dilakukan karena terjadi pembengkakan nilai investasi dalam proyek tersebut," kata Yusri dalam keterangan tertulis, Selasa (7/3/2017).

Yusri Usman menjelaskan bahwa di dalam proposal awal, pihak Mitsubishi hanya memasukkan angka investasi sebesar 600 juta Dolar Amerika Serikat (AS) hingga 800 juta Dolar AS untuk membangun kilang LNG dengan kapasitas dua juta ton per tahun (million ton per annum/ MTPA).

Baca Juga: Rini Dianggap Tak Paham Keinginan Jokowi Soal Dirut Pertamina

Faktanya, investasi pembangunan kilang LNG di Donggi Senoro itu membengkak hingga mencapai 2,8 miliar Dolar AS atau setara Rp36,4 triliun (kurs Rp 13.000).

"Ini menunjukkan terjadi peningkatan nilai hingga 3,5 kali lipat. Ini sudah tidak wajar. Anehnya kepada tidak dilakukan beauty contest ulang, ini ada apa?" kata Yusri.

Yusri juga meminta pihak instansi terkait untuk melakukan pemeriksaan terkait 'janji manis' Mitsubishi lainnya yang tidak bisa ditepati.

Mitsubishi mengklaim bisa memberikan potensi pendapatan ke pemerintah Indonesia dari sektor hulu sebesar 4,8 miliar Dolar AS ditambah adanya struktur pengembangan LNG downstream (hilir). Selain itu, Mitsubishi juga menjanjikan tambahan potensi pendapatan sebesar 2,8 miliar Dolar AS.

Selain itu, pihak manajemen Mitsubishi Corporation dalam proposal pengajuan menjadi mitra Pertamina dan Medco Energi pun mengklaim bisa menjual harga gas di level 6,16 Dolar AS per MMBtu pada JCC 70 Dolar AS per barel. Meskipun tidak menganut rezim cost recovery karena menggunakan model pengembangan usaha hilir, yaitu memisahkan kegiatan hulu pasokan bahan baku gas alam dari kegiatan hilir memroduksi LNG, namun proyek itu disinyalir telah melanggar tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/ GCG).

"Karena banyak kejanggalan, mesti dilakukan audit investigasi terhadap proyek kilang Donggi Senoro. Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, KPK, dan BPK mesti turun tangan, karena ada saham Pertamina di sana," tegas dia.

Penegasan Yusri, jika kemudian setelah dilakukan audit investasi ditemukan kejanggalan dan kesalahan prosedur, maka harus ada sanksi keras terhadap penyelenggara tender tersebut, baik di pihak Pertamina maupun Medco Energi. "Dugaan mark up-nya terlalu besar sekali," ujar dia.

Perlun diketahui, kilang Donggi Senoro saat ini dioperasikan oleh PT Donggi Senoro LNG (DSLNG), sebuah perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) patungan antara Pertamina, Medco, dan Mitsubishi yang didirikan pada 28 Desember 2007.

Awalnya kepemilikan saham di PT DSLNG terdiri atas Pertamina Energy Services Pte Ltd (29 persen), PT Medco LNG Indonesia/ MLI (20 persen), dan Mitsubishi Corporation (51 persen). Namun pada 7 Februari 2011, Pertamina Energy Services Pte Ltd mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada PT Pertamina Hulu Energi (PHE). Lalu, pada 9 Februari 2011, langkah pengalihan saham ini dilakukan pula oleh Mitsubishi Corporation ke Sulawesi LNG Development Ltd, sebuah perusahaan yang dimiliki oleh Mitsubishi Corporation sebesar 75 persen, dan Korea Gas Corporation 25 persen. Selanjutnya, PT Medco LNG Indonesia mengurangi sahamnya menjadi sebesar 11,1 persen.

Saat ini, kepemilikan saham PT DSLNG terdiri atas 29 persen dipegang oleh PHE, 11,1 persen oleh MLI dan 59,9 persen milik SLD.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI