Sikap PT Freeport Indonesia Ibarat "Air Susu Dibalas Air Tuba"

Adhitya Himawan Suara.Com
Minggu, 05 Maret 2017 | 13:24 WIB
Sikap PT Freeport Indonesia Ibarat "Air Susu Dibalas Air Tuba"
President dan CEO Freeport McMoRan Inc Richard C. Adkerson, konferensi pers di Hotel Fairmont, Senayan Jakarta Selatan, Senin (20/2/2017). [suara.com/Dian Kusumo Hapsari]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resourc es Indonesia (CERI) Yusri Usman menudukung sikap pemerintah yang melarang ekspor mineral mentah dan mewajibkan perusahaan tambang membangun fasilitas pemurnian (smelter) di dalam negeri. Menurutnya, kebijakan ini jelas mendukung kepentingan nasional dalam mengamankan potensi efek ganda dari peningkatan nilai tambah dari pembangunan smelter.

"Kebijakan ini harus dilakukan ketika secara ekonomi banyak koorporasi asing yang terus menguras sumber daya alam kita dan telah mengabaikan kepentingan nasional kita," kata Yusri dalam keterangan resmi, Sabtu (4/3/2017).

Pertimbangannya adalah kajian Pusdatin Kementerian ESDM tahun 2012 yang menunjukkan peningkatan sebesar 10,23 kali lipat jika bauksit diolah menjadi alumina dan jika diolah lagi menjadi alumunium. Sehinggga nilai jualnya akan menjadi 3.822,00 Dolar Amerika Serikat (AS) per ton. Jumlah ini naik 139 kali lipat dengan harga bauksit mentah saat itu.

Baca Juga: Konsorsium BUMN Tambang Diminta Bangun Smelter Bagi Freeport

Yusri juga melihat pemerintah tetap berusaha menghargai Kontrak Karya PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Sumbawa ( ex Newmont) dengan tidak melanggar UU Minerba nomor 4 tahun 2009 karena berusaha mengiring PT FI dan PT AMS untuk bisa menyesuaikan dengan UU Minerba sesuai pesan kontitusi agar " win win " bagi kedua belah pihak. Kedua perusahan tersebut diminta menyesuaikan diri dengan Perubahan Peraturan Pemerintah ( PP) nomor 23 tahun 2010 ke PP nmr 1 tahun 2014 , kemudian ke nomor PP 77 thn 2014 dan terakhir PP nomor 1 thn 2017 pada tgl 11 Febuari 2017 yang telah juga melahirkan Permen ESDM nomor 5 dan 6 tahun 2017 agar PT FI agar bisa tetap melakukan ekspor konsentrat.

Padahal kalau dilihat dari perspektif hukum jelas semua produk produk PP dan Permen ESDM yang terbit sejak tahun 2014 yang memberikan izin ekspor konsentrat adalah bertentangan dengan UU Minerba. Artinya dapat dikatakan Pemerintah diduga telah melakukan pelanggaran hukum , bahkan Koalisi Masyarakat Sipil menggugatnya ke Makamah Agung.

Anehnya bukan ucapan terimaksih yang diperoleh Pemerintah dari PT FI, akan tetapi berbuah ancaman gugatan di Makamah Arbitrase internasional dalam tempo 120 hari kedepan dari keterangan CEO Freeport McMoran James C Andersen. Sikap ini seperti ibarat kata " air susu dibalas air tuba ". "Sikap tersebut telah memancing semua rakyat Indonesia marah dan mendukung Kementerian ESDM untuk bersikap tegas dan melawannya," jelas Yusri.

Kondisi ini tercermin banjir dukungan dari segenap lapisan masyarakat dan ormas keagaamaan yang selama ini diam bisu menonton arogansi PT FI yang terkesan membawa "bentuk kolonialisasi gaya baru berbungkus kontrak karya dari sebuah korporasi asing terhadap kedaulatan negara kita". Apalagi PT FI ingin tetap memaksa diperpanjang izin operasinya setelah 2021 untuk menguras habis sumber daya alam Indonesia yang sangat berharga untuk masa depan bangsa.

"Jangan sampai sebuah anugrah menjadi kutukan bagi bangsa yang salah menerapkan kebijakannya," tutup Yusri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI