Proyek reklamasi di Teluk Jakarta yang terus menjadi kontroversi di tengah masyarakat saat ini masih belum mendapatkan kejelasan yang pasti, apakah akan diteruskan, atau dihentikan, atau ada solusi yang membahagiakan semua pihak.
Sejumlah pihak seperti Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan, reklamasi Teluk Jakarta yang saat ini masih menjadi kontroversi di tengah masyarakat memerlukan keterbukaan informasi agar rakyat mendapat kejelasan.
"Informasi yang disampaikan sangat penting. Karena pada kesempatan sebelumnya, Menko Maritim Luhut Panjaitan menyatakan reklamasi Teluk Jakarta dapat dilanjutkan dan ini bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh Menko Maritim sebelumnya, Rizal Ramli," kata Pelaksana Sekretaris Jenderal Kiara, Arman Manila, dalam keterangan tertulis, Minggu (5/3/2017).
Baca Juga: Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Jadi Ajang Rebutan Developer Besar
Kiara juga termasuk dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta yang telah memasukkan gugatan ke Komisi Informasi Pusat untuk mendapatkan informasi Hasil Kajian Komite Gabungan Reklamasi Teluk Jakarta, baik kajian lingkungan, sosial, maupun hukum.
Arman mengemukakan bahwa pada prinsipnya, segala informasi terkait dengan proyek pembangunan yang berdampak besar, terutama terhadap lingkungan hidup, merupakan kepentingan publik sebagaimana tertera di dalam pasal 70 UU 32 Tahun 2009.
"Masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk berperan aktif dalam perlindungan lingkungan hidup," kata Sekjen Kiara.
Koalisi berharap, jika memang kajian Komite Gabungan dari beberapa kementerian yang dibentuk dalam proses moratorium Reklamasi Teluk Jakarta telah dibuat, maka penting jika informasi tersebut diberikan pada saat agenda persidangan berikutnya.
Sementara itu, Greenpeace Indonesia menyatakan konsisten menolak rencana reklamasi pantai di Teluk Jakarta karena dinilai akan menimbulkan masalah dan bencana ekologis baru serta tidak menghormati norma hukum dan regulasi yang berlaku.
"Reklamasi bukan solusi. Bahkan malah akan menimbulkan masalah baru. Salah satunya adalah peningkatan secara drastis kadar polusi air Teluk Jakarta, karena adanya 17 pulau buatan akan mengurangi secara signifikan kecepatan arus dan volume air Teluk Jakarta," kata Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak.