Keikutsertaan dalam program Amnesti Pajak menandakan Wajib Pajak (WP) bersedia membangun budaya baru kepatuhan pajak. Ini ditandai kesediaan WP dengan membayar dan melaporkan pajak dengan baik dan benar.
"Selain itu, bagi seluruh Wajib Pajak yang telah ikut program Amnesti Pajak, ada dua kewajiban tambahan yang harus dilaksanakan sebagai bagian dari keikutsertaan dari program tersebut," kata Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama di Jakarta, Kamis (2/3/2017).
Dua kewajiban tersebut antara lain:
Baca Juga: Menkeu Kecewa Cuma 628 Ribu Wajib Pajak Ikut Tax Amnesty
Pertama, pengalihan dan/atau investasi harta.
· Bagi Wajib Pajak yang menyatakan repatriasi, terdapat kewajiban untuk mengalihkan harta dari luar negeri ke Indonesia dan menempatkan dana tersebut dalam instrumen investasi sesuai ketentuan yang berlaku. Penempatan dana dalam instrument investasi di Indonesia ini berlaku paling kurang tiga tahun sejak harta dialihkan ke Indonesia.
· Bagi Wajib Pajak yang melakukan deklarasi harta dalam negeri, terdapat kewajiban untuk tidak mengalihkan harta tersebut keluar dari Indonesia untuk jangka waktu paling singkat tiga tahun sejak menerima Surat Keterangan Pengampunan Pajak.
Kedua, pelaporan berkala harta tambahan.
· Wajib Pajak yang telah ikut Amnesti Pajak diwajibkan melaporkan status penempatan harta tambahan yang dialihkan ke dan/atau yang berada di Indonesia
· Laporan disampaikan paling lambat pada batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan setiap tahun hingga tiga tahun
· Laporan disampaikan dalam bentuk hardcopy dan softcopy ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan cara:
o Secara langsung
o Melalui pos dengan tanda bukti pengiriman surat
o Perusahaan jasa pengiriman dengan bukti pengiriman surat; atau
o Saluran lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak
"Peserta Amnesti Pajak yang menolak melaksanakan kewajiban tersebut di atas menghadapi risiko pengenaan pajak dengan tarif normal (hingga 30 persen) atas harta bersih tambahan yang telah diungkapkan dalam Surat Pernyataan Harta, beserta sanksi administrasi 2 persen per bulan (maksimal 24 bulan)," ujar Hestu.
Selain kewajiban sebagai peserta Amnesti Pajak, para WP juga diimbau untuk melaksanakan kewajiban perpajakan rutin dengan benar dan teratur termasuk membayar dan melaporkan pajak melalui penyampaian SPT Tahunan PPh. Termasuk yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh adalah seluruh penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak baik dari dalam maupun dari luar negeri dan juga informasi harta yang dimiliki Wajib Pajak pada akhir tahun pajak bersangkutan.
Ditjen Pajak juga mengingatkan seluruh masyarakat/Wajib Pajak bahwa era keterbukaan informasi sudah di depan mata dengan akan berlakunya Automatic Exchange of Information di mana data keuangan dari 100 negara di seluruh dunia akan dibuka untuk tujuan perpajakan termasuk data perbankan, pasar modal dan industri keuangan lainnya di Indonesia. Dengan demikian tidak akan ada lagi tempat untuk bersembunyi dan menghindari pajak yang seharusnya dibayar.
Untuk itu Ditjen Pajak mengingatkan bahwa sesuai Pasal 18 Undang-Undang Pengampunan Pajak, Wajib Pajak yang menolak membereskan catatan perpajakan masa lalu dengan mengikuti program Amnesti Pajak akan menghadapi risiko pengenaan pajak dengan tarif hingga 30 persen, beserta sanksi, atas harta yang tidak diungkapkan dan kemudian ditemukan Ditjen Pajak. Demikian juga Wajib Pajak yang telah ikut Amnesti Pajak namun masih menyembunyikan harta lainnya, maka apabila harta tersebut ditemukan akan dikenakan pajak dengan tarif hingga 30 persen dan denda 200 persen.
Untuk melaksanakan amanat Pasal 18 tersebut, Ditjen Pajak akan melanjutkan pengumpulan dan analisis data pihak ketiga serta menambah jumlah pegawai yang akan melakukan pemeriksaan terkait pelaksanaan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak.