Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menjelaskan bahwa pemerintah tetap mengupayakan untuk berunding dengan PT Freeport Indonesia.
"Sesuai arahan bapak presiden, kami sebisa mungkin memasuki perundingan tentang perpindahan dari Kontrak Karya (KK), jadi dulu perjanjiannya KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), ini kan amanah undang-undang. Apakah semua pemegang perjanjian KK itu wajib mengubah perjanjiannya itu menjadi IUPK? Sebenarnya tidak wajib, misalnya Vale atau beberapa perusahaan tambang emas juga itu mereka tidak mengubah menjadi IUPK karena mereka sudah punya 'smelter' yang digunakan untuk pengolahan dan pemurnian," kata Jonan di kompleks Istana Presiden Jakarta, Rabu (1/3/2017).
Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP No 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, memperpanjang pelaksanaan ekspor konsentrat dengan sejumlah syarat, yakni pemegang KK harus beralih operasi menjadi perusahaan IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), membuat pernyataan kesediaan membangun "smelter" dalam jangka waktu lima tahun dan kewajiban divestasi hingga 51 persen.
Baca Juga: Jonan Minta Pejabat Baru Minerba Segera Atasi Polemik Freeport
Namun Freeport keberatan dengan divestasi hingga 51 persen itu karena kendali perusahaan bukan lagi di tangan mereka sehingga pada 13 Februari 2017 Chief Executive Officer Freeport-McMoran, Richard Adkerson, menyatakan perusahannya memberikan waktu 120 hari kepada Indonesia untuk mempertimbangkan perbedaan yang terjadi antara Pemerintah Presiden Joko Widodo dan Freeport bila tidak, Freeport akan menggugat pemerintah ke Arbitrase Internasional.
"Kenapa kami meminta supaya Freeport itu mengubah perjanjian KK-nya menjadi IUPK? Karena menurut kami, 'smelter' yang dibangun di Gresik, itu hanya mengolah sampai konsentrat, jadi sampai pengolahan saja belum pemurnian, yang kita minta itu sampai pemurnian, sesuai dengan pasal 170 UU No 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Pasal 170 UU No 4 Tahun 2009 tentang Minerba menyebutkan "Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak UU ini diundangkan".
"Jadi harusnya 2014 sudah habis, oleh menteri sebelumnya itu diperpanjang sampai Januari 2017, setelah itu tidak bisa, karena kita jadi harus melanggar undang-undang jadi kami minta Freeport agar KK-nya berubah menjadi IUPK," tambah Jonan.
Perubahan itu menurut Jonan sesuai dengan pasal 103 UU Minerba yang menyebutkan bahwa pemegang IUPK dan IUP itu wajib melakukan pengolahan dan pemurnian.
"Dalam perjalananya, isi dari KK dan isi dari IUPK itu ada sebagian yang tidak sama, ini yang berdasarkan arahan presiden, kalau memungkinkan itu harus dirundingkan dengan Freeport. Freeport meminta stabilitas investasi," jelas Jonan.