Rini Dikritik Sebabkan Kinerja Holding BUMN Perkebunan Merosot

Adhitya Himawan Suara.Com
Senin, 27 Februari 2017 | 20:26 WIB
Rini Dikritik Sebabkan Kinerja Holding BUMN Perkebunan Merosot
Menteri BUMN Rini Soemarno di Pansus Pelindo II, Jumat (4/12/2015). (Suara.com/Kurniawan Mas'ud)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Dari penurunan hasil produksi komoditi selama Elia Massa Manik menjabat, terjadi potensi pendapatan yang tidak dapat diraih perusahaan untuk komoditi kelapa sawit sebesar Rp 3,95 triliun, dan untuk komoditi tebu sebesar Rp 1,33 Triliun. Total potensi pendapatan yang tidak dapat diraih untuk seluruh komoditi akibat penurunan hasil produksi adalah senilai Rp 6,13 Triliun. Hal ini mengingat harga jual hampir seluruh komoditi Perkebunan selama tahun 2016 relatif lebih tinggi dibandingkan harga jual komoditi pada tahun 2015. Tentunya hal tersebut mempengaruhi peningkatan kerugian Holding Perkebunan menjadi Rp 847,32 Miliar, dari sebelumnya Rp613,27 miliar.

"Hal ini tentunya merupakan kerugian yang sangat besar umumnya, bagi negara Indonesia, dan khususnya bagi Holding BUMN Perkebunan," ujar Yusri.

Selain karena faktor iklim yang kurang mendukung, penurunan hasil produksi PTPN disebabkan oleh rendahnya semangat dan etos kerja serta motivasi karyawan yang berdampak langsung pada rendahnya produktivitas karyawan. Hal tersebut menunjukkan lemahnya leadership pada level manajerial, yang kurang menguasai teori tentang perkebunan serta tidak menguasai permasalahan di lapangan. Hal ini dapat dilihat dari lemahnya implementasi Standard Operating Procedure (SOP) yang telah ditetapkan beserta mekanisme pengawasannya.

"Rini Soemarno selaku Menteri BUMN, berkontribusi besar terhadap penurunan kinerja Holding Perkebunan ini. Yakni dengan memilih dan mengangkat Elia Massa Manik sebagai Direktur Utama Holding BUMN Perkebunan. Elia Massa Manik bukan seorang yang berlatarbelakang perkebunan, sehingga banyak penanganan kepada stake holder dan utamanya karyawan yang salah kaprah, karena tidak memperhatikan kearifan lokal," jelas Yusri.

Baca Juga: Holding BUMN Migas Tidak Segampang Penggabungan Bank BUMN

Keterpurukan BUMN Perkebunan sangat disayangkan mengingat perannya yang strategis bagi negara dan masyarakat Indonesia, khususnya dalam hal penyerapan tenaga kerja yang sangat besar (tenaga kerja tetap berjumlah 133.000 orang) dan pertumbuhan ekonomi daerah sekitar Perkebunan. Jumlah tenaga kerja yang sangat besar ini tentunya memerlukan penanganan khusus, yang berbeda dibandingkan sektor usaha lainnya.

Yusri menegaskan bahwa posisi Direktur Utama Holding Perkebunan BUMN seharusnya dijabat oleh orang yang berlatarbelakang usaha perkebunan dan memiliki track record baik dalam bidang produksi, serta, setidaknya memahami kearifan lokal yang berbeda-beda di tiap daerah Indonesia, mengingat kultur usaha perkebunan yang paternalistik.

"Dengan penggantian pucuk pimpinan Holding Perkebunan, diharapkan apa yang menjadi tujuan awal Pembentukan Holding dapat dicapai, yakni menjadi Perusahaan yang mampu bersaing, menjadi yang terdepan pada lingkup regoinal ASEAN," tutup Yusri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI