Kasus Freeport, Sri: Kalau Dia Berhenti, akan Jatuh Sahamnya

Rabu, 22 Februari 2017 | 14:11 WIB
Kasus Freeport, Sri: Kalau Dia Berhenti, akan Jatuh Sahamnya
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat kerja dengan Komite IV dan Tim Anggaran Komite I, II dan III DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (7/2). [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan PT. Freeport Indonesia akan rugi sendiri jika menghentikan produksi konsentrat. Masalah ini merupakan buntut aturan baru yang diterbitkan pemerintah Presiden Joko Widodo yang mewajibkan perubahan status Kontrak Karya ke Izin Usaha Pertambangan Khusus. Aturan ini dianggap bos Freeport McMoran Inc tak adil.

Sri Mulyani mengatakan pemerintah sudah memberikan waktu kepada Freeport untuk mengubah status Kontrak Karya menjadi IUPK) selama enam bulan. Sri Mulyani meminta mereka mau bekerjasama dengan pemerintah Indonesia.

"Freeport itu perusahaan publik. Kalau dia berhenti, dia juga akan jatuh sahamnya. Jadi, dalam hal ini tidak ada yang disebut menang atau kalah," ujar Sri Mulyani di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (22/2/2017). 


Freeport Indonesia tetap menginginkan status hukum dan fiskal berdasarkan Kontrak Karya yakni dengan pengenaan pajak yang tak berubah hingga habis masa kontrak. Freeport pun mengancam untuk merumahkan 10 persen pegawai dengan alasan untuk mengurangi beban keuangan pasca berhenti produksi konsentrat. Selain itu, Presiden Direktur Freeport McMoran Inc Richard Adkerson akan membawa masalah tersebut ke penyelesaian sengketa di luar peradilan umum (arbitrase) kalau tak juga ada kata sepakat dengan Indonesia.

Ani masih menilai masalah masalah tersebut bisa diselesaikan dengan perundingan antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Freeport.

Ani mengungkapkan dalam 120 hari ke depan akan ada kesepakatan hasil negosiasi transisi perubahan status Freeport dari Kontrak Karya menjadi IUPK. Kesepakatan tersebut diharapkan tetap rasional bagi kedua belah pihak, serta transparan kepada masyarakat.

"Kan kita mencoba untuk terus menyampaikan kepada Freeport suatu pengaturan yang bisa menjaga keberlanjutan kegiatan ekonominya sendiri. Tapi juga pada saat yang sama kita tetap menjaga konsistensi kita dengan peraturan perundang-undangan. Semoga bisa berjalan dengan baik," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menilai tekanan Freeport terhadap Indonesia melalui PHK pegawai dan langkah ke arbitrase internasional menunjukkan mereka tidak profesional.

"Tidak boleh seperti itu, perusahaan multinasional seperti Freeport melakukan lay off pegawainya untuk menekan pemerintah, nggak ada itu, kampungan itu," kata Luhut di kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta Pusat, Selasa (21/2/2017).

Luhut menegaskan Indonesia merupakan bangsa berdaulat dan tidak pantas mendapat ancaman seperti itu.

Menurut Luhut masih banyak cara yang bisa dilakukan Freeport tanpa harus menekan pemerintah dengan cara merumahkan pegawai. Luhut menekankan pegawai Freeport merupakan tanggungjawab perusahaan tersebut.

"Masa negara berdaulat diancam. Kampungan itu. Itulah saya bilang kampungan itu," kata Luhut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI