IGJ Minta Pemerintah Tak Tunduk Pada Ancaman Freeport

Adhitya Himawan Suara.Com
Rabu, 22 Februari 2017 | 06:51 WIB
IGJ Minta Pemerintah Tak Tunduk Pada Ancaman Freeport
Kawasan Grasberg Mine milik PT. Freeport Indonesia (PTFI ) di Tembagapura, Mimika, Timika, Papua, Minggu (15/2). (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Indonesia for Global Justice (IGJ) meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk tidak menghiraukan ancaman gugatan Freeport dan terus konsisten dalam mengimplementasikan amanat Undang-undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara.

Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti, menilai bahwa upaya hukum yang akan dilakukan oleh Freeport terhadap Pemerintah Indonesia adalah strategi kuno yang dipakai untuk meningkatkan posisi tawarnya.

“jangan sampai pengalaman gugatan Newmont pada 2014 terulang lagi. Newmont menggugat Pemerintah Indonesia ke ICSID untuk meningkatkan posisi tawarnya. Dan terbukti, setelah Newmont mencabut gugatannya pada 25 Agustus 2014, kemudian Pemerintah Indonesia mengeluarkan izin ekspor untuk Newmont terhitung sejak 18 September 2014 hingga 18 Maret 2015”, terang Rachmi dalam keterangan resmi, Selasa (21/2/2017).

 

Baca Juga: Freeport Ancam ke Arbitrase, Luhut Tak Takut

Menurut Rachmi gugatan Freeport nantinya hanya akan menambah daftar panjang pengalaman Indonesia atas gugatan Investor terhadap Negara atau yang dikenal dengan istilah Investor-State Dispute Settlement (ISDS). Berdasarkan Kontrak Karya, mekanisme penyelesaian sengketa yang dipilih adalah melalui UNCITRAL (United Nations Commission on International Trade Law). Sejauh ini, 60 persen dari gugatan ISDS terhadap Indonesia ada di sektor tambang.

Indonesia adalah satu-satunya Negara di kawasan ASEAN yang konsisten menolak ISDS. Penolakan ini didasari atas dampak ISDS terhadap hilangnya ruang kebijakan (policy space) Negara. Apalagi, ‘chilling effect’ yang ada pada mekanisme ISDS secara tidak langsung telah menjadi alat oleh korporasi multinasional untuk memberikan kekebalan hukum atas pelanggaran terhadap undang-undang dan peraturan nasional. Pemerintah Indonesia harus konsisten dengan posisinya menolak ISDS, khususnya dalam kasus Freeport.

“Ini bukan soal Pemerintah Indonesia wanprestasi atas pelaksanaan isi Kontrak Karya. Tetapi, memang Freeport enggan menjalankan UU Minerba dan menggunakan mekanisme ISDS untuk menghindar dari kewajibannya. Untuk itu, Pemerintah jangan mau tunduk pada gugatan Freeport dan terus paksa Freeport untuk tunduk pada aturan UU Minerba”, tegas Rachmi.

Sebagaimana diketahui, dengan berlakunya UU Minerba, maka seluruh bentuk Kontrak Karya dan Perjanjian Karya harus segera diubah menjadi IUP atau IUPK setelah habis masa waktunya dan melakukan penyesuaian isi perjanjian atau kontrak dengan ketentuan UU Minerba paling lambat 1 tahun setelah UU Minerba berlaku.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI