Suara.com - Hingga saat ini PT Freeport Indonesia masih melakukan tahap perundingan dengan pemerintah Indonesia terkait perubahan status operasinya dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus.
President and Executive Freeport McMoRan Richard C Adkerson mengaku memberikan waktu kepada pemerintah Indonesia selama 120 hari untuk berunding dan berkomunikasi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Jika dalam proses perundingan tersebut tidak mencapai titik temu, maka Freeport akan mengajukan arbitrasi ke badan hukum internasional. Menurutnya, dalam kontrak karya mengatur penyelesaian masalah melalui jalur arbitrase.
"Saat ini dalam proses menuju arbitrase. Kami berharap segera mencapai jalan keluar yang disepakati bersama," kata Richard dalam konferensi pers di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (20/2/2017).
Baca Juga: Mulai PHK Pekan Depan, Bos Freeport Bantah Buat Tekan Indonesia
Richard mengaku telah melayangkan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengenai tindakan-tindakan wanprestasi dan pelanggaran kontrak karya oleh Pemerintah. Sikap tersebut disampaikan pada Jumat 17 Januari 2017.
"Beberapa waktu lalu saya kirimkan surat ke Menteri ESDM yang menunjukkan perbedaan antara KK dan IUPK. Dan di situ ada waktu 120 hari di mana pemerintah dan Freeport bisa menyelesaikan perbedaan itu. Jika tidak dapat menyelesaikan perbedaan itu dengan pemerintah, maka Freeport bisa melaksanakan haknya untuk menyelesaikan dispute," ujar Richard.
Richard membantah, kabar yang menyebutkan bahwa Freeport telah mengajukan arbitrase ke badan hukum internasional salah.
Pasalnya, sesuai aturan yang telah disebutkan bahwa Freeport dan Pemerintah Indonesia harus menyelesaikan permasalahannya selama 120 hari.
"Jadi hari ini Freeport tidak melaporkan arbitrase, tapi kita memulai proses untuk melakukan arbitrase," katanya.
Baca Juga: Alasan Freeport Tak Ingin Ubah Kontrak Karya Jadi IUPK