Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya menyetujui perubahan perizinan Kontrak Karya PT Freeport Indonesia (PTFI).
Namun, dalam perubahan tersebut Freeport meminta kepada pemerintah untuk aturan terkait pajak mengikuti habis masa kontrak (nail down) seperti yang ada dalam perizinan Kontrak Karya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan hingga saat ini pemerintah dalam menjalankan tugasnya berpegang teguh pada Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara beserta aturan turunannya.
Baca Juga: Kontrak Karya Freeport Resmi Berubah Menjadi IUPK
Artinya ketentuan yang berlaku setelah menjadi IUPK harus dilaksanakan seperti misalnya membangun smelter.
"Jadi saya sampaikan bahwa di dalam IUPK tentu mengikuti ketentuan yang berlaku (prefilling) akan ditetapkan. Kalau misalnya dia (Freeport) mendapatkan insentif (nail down) dan lainnya termasuk bagaimana setelah di-prefilling (syarat izin ekspor) itu nantii kita lihat dalam perkembangannya kemudian," katanya di Kementerian ESDM, Jumat (10/2/2017).
Oleh sebab itu, pihaknya mengimbau kepada Freeport untuk menjalani kebijakan-kebijakan yang berlaku dalam IUPK ini.
Dimana, Sebagai pemegang IUPK, maka wilayah pertambangan mereka maksimal 25.000 hektar, wajib membangun smelter dalam lima tahun, pajak yang ditanggung mengikuti peraturan terbaru (prevailing), dan sebagainya.
"Sesuai ketentuan, dia harus melakukan itu. Kalau dia enggak bangun smelter, dia nggak bisa ekspor," kata Bambang.