Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa ( RUPSLB ) Pertamina, Jumat (3/2/2017) di Jakarta, Pemerintah selaku pemegang saham yang diwakili Kementerian BUMN adalah mencopot Direktur Utama Pertamina Dwi Sucipto dgn Wakil Direktur Utama Ahmad Bambang. RUPSLB juga telah mengangkat Plt Dirut Pertamina Yeni Handayani untuk masa 30 hari.
Selain itu, RUPSLB Pertamina juga telah memutuskan untuk menghilangkan jabatan Wadirut dalam struktur organisasi Pertamina. "Sehingga dengan dihapusnya jabatan Wadirut dari struktur organisasi , maka dapat dikatakan secara sah dan nyata menurut saya bahwa Meneg BUMN dengan Dewan Komisaris Pertamina secara tegas telah " mengakui salah membuat kebijakan perubahan struktur organisasi," kata Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Energy (CERI) Yusri Usman, dalam keterangan resmi, Sabtu (4/2/2017).
Nomenklatur Wadirut Pertamina diusulkan oleh Dewan Komisaris Pertamina pada tgl 8 Agustus 2016 kepada Menteri BUMN dan telah disetujui pada tgl 20 oktober 2016. Padahal atas kebijakan dewan komisaris Pertamina tersebut, Yusri mengaku telah mengkritik kebijakan pemerintah ini yang justru beresiko memunculkan matahari kembar. Pada akhirnya, kondisi ini mengganggu performa kerja Pertamina.
"Sehingga apa yang sudah diprediksi sejak tgl 10 Agustus 2016 ternyata dalam proses waktu menjadi kenyataan pada akhirnya , dan anehnya lagi usulan Dewan Komisaris Pertamina saat itu dibuat secara tidak lazim dan terkesan hanya dengan alasannya untuk meningkatkan kinerja perusahaan menghadapi tantangan kedepan dan rencana pembentukan holding migas , dan terlebih lucu usulan perubahan struktur tersebut tidak dibahas bersama dengan Dewan Direksi Pertamina ( BOD ) dan telah disetujui oleh Meneg BUMN pada tgl 20 Oktober 2016," tutur Yusri.
Baca Juga: Holding BUMN Migas Tidak Segampang Penggabungan Bank BUMN
Menengenai alasan Menteri BUMN mecopot Dirut dan Wadirut Pertamina yang tidak akur dalam menjalankan roda perusahaan telah disimpulkan sebagai kegagalan mengelola Pertamina adalah keliru. Padahal persoalan kegagalan ini terjadi setelah perubahan struktur organisasi perusahaan dan perubahan anggaran dasar perseroan yang telah memberikan kewenangan berlebihan kepada Wadirut. "Itu adalah merupakan tanggungjawab renteng oleh Dewan komisaris Pertamina dengan Menteri BUMN Rini Soemarno," jelas Yusri.
Yusri menyarankan Presiden Joko widodo untuk menugaskan Penegak Hukum ( KPK ,Kejaksaan Agung dan Polri ), BPK dan Menteri Keuangan untuk melakukan audit forensik atas kebijakan ngawur tersebut. Menurutnya, kekeliruan itu telah nyata merugikan negara ( 5 kilang Pertamina total berhenti beroperasi tanpa direncankan terhitung tgl 2 Desember 2016 sd 15 Januari 2017 yang telah mengakibatkan Pertamina terpaksa mengimport solar dipasar spot dengar harga lebih mahal daripada pengadaan terencana di ISC.
Selain itu, Pertamina telah kehilangan margin kilang akibat stop beroperasi serta adanya potensi membayar klaim penundaan / " demurage loading" kapal pemasok minyak mentah di tangki kilang. Yusri juga berharap Presiden Jokowi meninjau juga posisi Rini Soemarno selaku Menteri BUMN dan jajaran komisaris Pertamina yang telah gagal dan salah membuat kebijakan dalam menata dan mengendalikan BOD Pertamina selama ini. "Khususnya terhadap saudari Rini Soemarno dan Tanri Abeng dan kawan-kawan," tutup Yusri.