Menteri Keuangan Sri Mulyani berencana di minggu ini akan mengeluarkan aturan tarif bea keluar atas ekspor konsentrat berdasarkan kemajuan fisik pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter). Aturan tersebut akan tertuang dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan.
“Pembahasan soal aturan baru tariff bea keluar hampir selesai akan ditetapkan segera dalam waktu dekat. Bisa minggu ini. aturan ini nantinya untuk perusahaan tambang yang akan melakukan ekspor akan dikenakan tarif bea keluar,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara saat dihubungi suara.com, Rabu (25/1/2017).
Namun, ketika ditanya lebih lanjut berapa besaran tariff bea keluar tersebut, Suahasil masih belum bisa membeberkannnya. Pasalnya, hal tersebut masih dilakukan pembahasan oleh Sri Mulyani dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. “Nanti saja, kalau pas mau diterbitkan kan nanti dijelaskan berapa tarifnya, kalau sekarang belum bisa dikatakan,” katanya.
Baca Juga: Izin Ekspor Konsentrat Dibuka, Jonan: Tetap Ada Bea Keluar
Suahasil menjelaskan, tarif bea keluar maksimal sebesar 10 persen diperuntukan bahan mineral mentah. Sementara untuk yang sudah diolah berdasarkan proses kemajuan pembangunan smelter, tarif akan terbagi dalam beberapa layer tidak sama dengan ekspor bahan mineral mentah.
“Jadi yang 10 persen itu hanya untuk yang mentah atau Raw. Kalau yang belum sama sekali diolah, bea keluarnya sudah pasti berbeda dan lebih tinggi. Kalau perusahaan tambang yang sudah ada progress pembangunan smelter tarifnya beda lagi, akan lebih rendah. Karena kan ini untuk mendorong perushaan tambang yang beroperasi di Indonesia memiliki smelter disini,” ujarnya.
Sebelumnya, Sri Mulyani akan mengenakan tariff bea keluar sebagai berikut, untuk kemajuan fisik smelter nol sampai 7,5 persen, tarif bea keluar ekspor dikenakan 7,5 persen. Sedangkan kemajuan fisik 7,5 persen sampai 30 persen, bea keluar dipungut tarif 5 persen, sementara di atas 30 persen, maka bebas tarif bea keluar.