Para Menteri WTO Perkuat Sistem Perdagangan Multilateral

Senin, 23 Januari 2017 | 09:41 WIB
Para Menteri WTO Perkuat Sistem Perdagangan Multilateral
Ilustrasi WTO (World Trade Organization). (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Para Menteri dari negara anggota WTO sepakat menjaga sistem perdagangan multilateral tetap menjadi arus utama perdagangan dunia. Kesepakatan ini diambil guna mengantisipasi menguatnya sistem perdagangan unilateral yang bila dibiarkan akan meningkatkan resiko terjadinya “perang dagang” antar negara. Para menteri dari 29 negara sepakat mempersiapkan lebih dini pelaksanaan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-11 Desember mendatang di Buenos Aires, Argentina, guna mengembalikan kepercayaan dunia pada sistem perdagangan multilateral di bawah WTO.

Hal ini diungkapkan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita usai berpartisipasi dan terlibat dalam diskusi aktif dengan para Menteri dan Wakil Menteri anggota WTO yang melakukan pertemuan informal tahunan di Hotel Morosani Schweizerhof, Davos, Swiss, Jumat (20/1/2017).

"Indonesia berpandangan bahwa dengan berbagai kekurangannya, sistem yang dikelola WTO merupakan sistem perdagangan multilateral terbaik saat ini, karena pilihan lainnya hanya chaos di mana satu negara secara unilateral dapat menghukum negara lain yang dianggap berbuat curang, tanpa melalui proses hukum yang adil dan obyektif berdasarkan dokumen hukum yang sebelumnya telah disepakati bersama,” tambah Mendag Enggar dalam keterangan resmi, Sabtu (21/1/2017).

Baca Juga: Mendag Klaim Revolusi Mental Angkat Perekonomian Indonesia

Dipimpin oleh Kepala Departemen Federal Urusan Ekonomi, Pendidikan dan Penelitian Swiss, Johann Schneider-Ammann, pertemuan dimulai dengan laporan Direktur Jenderal WTO Roberto Azevedo mengenai perkembangan diskusi di Jenewa untuk menindaklanjuti hasil-hasil KTM Nairobi pada bulan Desember 2015.

“Dirjen WTO mengakui bahwa negara anggota cukup aktif membahas berbagai isu setelah KTM Nairobi, namun belum ada kemajuan yang signifikan sebagai basis untuk menyusun prioritas isu yang akan dibawa ke KTM Buenos Aires,” jelas Mendag Enggar.

Mengakhiri laporannya kepada para Menteri, Dirjen Azevedo menggarisbawahi beberapa hal, antara lain pendekatan yang ditempuh haruslah “incremental”. Isu-isu Doha tetap ada dalam agenda, termasuk proposal public stockholding dan special safeguard mechanism, karena dimandatkan dalam dokumen hasil KTM Nairobi. Juga isu-isu baru dapat dibahas sebagai penjajakan awal. Negara atau kelompok negara yang mengusulkan sesuatu untuk dirundingkan harus bekerja proaktif agar usulannya mendapatkan “traction," dan agar negara anggota mengutamakan pendekatan multilateral dan tidak menempuh pendekatan plurilateral.

Merespons dua pertanyaan dasar tentang pencapaian KTM Buenos Aires dan bagaimana mencapainya, sebagian besar menteri menyuarakan harapannya (wish list) agar dapat dibahas segera. Beberapa isu yang banyak diangkat di antaranya adalah perundingan sektor pertanian (utamanya disiplin dalam domestic support atau subsidi di negara maju), subsidi di sektor perikanan, peraturan domestik di sektor jasa, disiplin ketentuan anti-dumping dan subsidi, serta isu-isu baru seperti fasilitasi perdagangan jasa, fasilitasi investasi, e-commerce, dan UMKM.

Beberapa negara tampaknya ingin memanfaatkan pertemuan ini untuk mendorong perundingan isu-isu baru yang berada di luar Agenda Pembangunan Doha. Bahkan sejumlah kecil di antaranya seperti “melupakan” berbagai keputusan yang pernah dicapai dengan tidak menyebut Doha, KTM Bali, dan KTM Nairobi saat menyampaikan pernyataannya.

“Indonesia menegaskan perlunya memulai proses persiapan menuju KTM Buenos Aires dari landasan yang jelas, dan bagi Indonesia landasan itu adalah hasil-hasil KTM Bali dan Nairobi. Tanpa kejelasan ini, maka proses selanjutnya di Jenewa akan sulit dikelola karena setiap negara dapat mengusulkan apa saja untuk dibawa ke KTM Buenos Aires,” tegas Mendag.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI