Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Relaksasi Ekspor Mineral Mentah

Jum'at, 20 Januari 2017 | 14:16 WIB
Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Relaksasi Ekspor Mineral Mentah
Fasilitas dan sarana pertambangan bauksit milik Harita Group di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Pada 11 Januari 2017, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, menerbitkan dua Peraturan Menteri (Permen) ESDM, yaitu (1) Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri dan (2) Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian.

Kedua Peraturan Menteri ini merupakan tindak lanjut diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat PP No. 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan. "

Apakah Permen ESDM ini meneruskan tradisi pelonggaran ekspor mineral mentah yang dimulai sejak diterbitkannya Permen ESDM No. 20/2013 atau pun Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2014 yang memberikan kelonggaran ekspor bagi konsentrat selama (3) tiga tahun?," kata Yusri Usman, dari Koalisi Masyarakat Sipil Pengawal Konstitusi Sumber Daya Alam dalam keterangan resmi, Kamis (19/1/2017).

Baca Juga: Kemenkeu Segera Bikin Regulasi Ekspor Mineral Mentah

Menurutnya, hal tersebut sebetulnya telah jelas menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 102, 103 dan Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

Beberapa pokok ketentuan dalam Permen ESDM No.5 Tahun 2017 dan Permen ESDM No.6 Tahun 2017, antara lain:

1. Pemberian kelonggaran ekspor terhadap mineral yang belum diolah dan dimurnikan selama 5 (lima) tahun sejak Januari 2017.

2. Pemberian kelonggaran ekspor mineral selama 5 (lima) tahun sejak Januari 2017 kepada pemegang Kontrak Karya (KK) yang melakukan perubahan bentuk pengusahaan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

3. Adanya mekanisme perubahan bentuk perubahan pengusahan dari KK menjadi IUPK.

Pahadal secara filosofi, bahan tambang mineral merupakan kekayaan yang terkandung dalam perut bumi Indonesia dan harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Konstitusi Indonesia telah menegaskan mandat tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI