Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara Arif Fiyanto mengatakan, ekspansi batubara yang direncanakan di Asia Tenggara memerlukan perhatian khusus karena standar emisi yang sangat lemah di negara-negara ini untuk pembangkit listrik. “Semua negara di wilayah ini memungkinkan polusi berkali-kali lipat dari PLTU batubara baru di Cina dan India,” kata Arief.
Dia menegaskan, negara-negara di Asia Tenggara memiliki kesempatan sekarang untuk meninggalkan teknologi usang seperti batubara dan pindah ke energi terbarukan. Vietnam sudah mengambil langkah pertama dengan membatalkan 17 PLTU batu bara yang besar, mengurangi dampak kesehatan hingga lebih dari seperempat dari dampak semula akibat rencana ekspansi batubara negara tersebut.
“Pemerintah di setiap negara memiliki kesempatan untuk segera menggeser kebijakan energi mereka dan menyelamatkan puluhan ribu nyawa warga mereka,” ujar Arief.
Asia Tenggara merupakan salah satu daerah yang paling cepat berkembang di dunia. Kebutuhan listrik di 2035 diproyeksikan meningkat 83% dari tahun 2011, lebih dari dua kali rata-rata global. Banyak negara di wilayah ini masih mengejar PLTU batubara baru, sehingga tertinggal dari China dan India yang justru meningkatkan energi terbarukan.
Baca Juga: Kompetensi Konsultan PLN Diragukan Bila Tender PLTU Jawa 1 Gagal
Di antara negara-negara maju, hanya Jepang dan Korea Selatan yang terus menonjol sebagai satu-satunya negara untuk mengejar pembangunan PLTU batubara baru. Ini sangat bertolak belakang dengan komitmen iklim dan kekhawatiran mereka tentang kesehatan masyarakat.
China, emitor karbon terbesar di dunia, terlihat melakukan penurunan secara keseluruhan konsumsi batubara dan emisi polutan sejak 2013. Tren ini akan terus berlanjut, meskipun terjadi lonjakan tingkat polusi udara yang terjadi baru-baru ini.
Beberapa pengurangan polusi udara Cina bisa akan diimbangi dengan kenaikan di Asia Tenggara, sepertinya daratan China akan terpapar polusi dan menyebabkan sekitar 9.000 kematian dini pada tahun 2030, karena polusi yang disebabkan oleh kenaikan emisi batubara dari negara-negara tetangga.