Ketua Departemen Antar Lembaga Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Yudha Sudarmaji menilai terapi pengganti nikotin (Nicotine Replacement Theraphy/NRT) sebagai penghancuran Industri kretek nasional yang dilakukan oleh Industri Farmasi Nikotin. Pasalnya, didalam industri kretek nasional ada penyuplai bahan baku, yaitu petani tembakau.
"Dalam industri kretek nasional ada banyak aspek keunggulan dibanding NRT, utamanya dari sisi Pendapatan Negara, tenaga kerja, sosial dan budaya," kata Yudha di Jakarta, Jumat (13/1/2017).
Menurutnya, pendapatan Negara dari sektor industri kretek nasional kian meningkat tiap tahunnya. Data tahun 2015, penerimaan cukai dan pajak mencapai Rp173,9 triliun. Sementara dari sektor tenaga kerja yang terlibat langsung di sektor tembakau tercatat 6,3 juta. Dari sisi budaya, kretek merupakan warisan nenek moyang yang hanya ada di Indonesia. Kretek sebagai Heritage. Yudha pun mempertanyakan kontribusi bisnis NTT bagi penerimaan negara.
Baca Juga: Belanja Iklan Rokok Kretek Terbesar Ketiga di Televisi
"Apakah NRT ada kontribusi bagi pemasukan Negara? Justru menyedot karena kebanyakan produk tersebut adalah import," katanya.
Yudha menegaskan, penghancuran Industri kretek nasional sama saja menghancurkan hajat hidup orang banyak. Mengingat saat ini petani tembakau sedang berjuang agar mendapat perlindungan terutama dari sisi regulasi, yaitu menuntut adanya regulasi yang berpihak kepada petani tembakau, terutama serbuan tembakau import.
Menurut Yudha, setiap usaha dan bisnis amat memerlukan kepastian hukum di mana pun usaha tersebut dijalankan. Kepastian itu, sambung dia, dibutuhkan agar pengusaha memperoleh ketenangan menjalankan usaha dan dapat memproyeksikan usahanya pada masa depan.
"Termasuk ancaman industri nikotin farmasi yang ingin menghancurkan industri kretek nasional dan menghilangkan usaha di bidang pertembakauan, yang nota bene selama ini telah menjadi mata pencaharian petani tembakau," katanya.