Padahal iklan rokok memiliki peran yang sangat besar dalam mempengaruhi perilaku merokok pada anak dan remaja. Berbagai studi ilmiah membuktikan bahwa iklan mendorong anak untuk mulai merokok. Di Indonesia, UHAMKA dan Komnas Anak menunjukkan bahwa 46,3 persen remaja mengaku mulai merokok karena terpengaruh oleh iklan rokok, 50% remaja perokok merasa dirinya seperti yang dicitrakan iklan rokok, dan 29 persen remaja perokok menyalakan rokoknya ketika melihat iklan rokok pada saat tidak merokok. Ditambah lagi, iklan rokok di televisi dianggap sebagai iklan yang paling menarik di televisi (Komnas Perlindungan Anak, 2013).
Karena itu, melakukan pelarangan iklan rokok di media penyiaran menjadi sangat penting dan merupakan langkah awal dalam mengendalikan epidemi penyakit akibat produk tembakau. Dengan melarang iklan rokok di media penyiaran, Indonesia akan bergabung dengan 144 negara lain yang sudah melakukannya, termasuk negara-negara miskin di Afrika, seperti Namibia dan Ethiopia (WHO, 2013).
Dr. Dewi Motik Pramono, M.Si, tokoh perempuan sekaligus pendiri Wanita Indonesia Tanpa Tembakau, mendesak pemerintah Indonesia untuk bersungguh-sungguh melarang iklan rokok di berbagai media, karena iklan-iklan rokok saat ini sangat menyasar anak-anak dan perempuan yang merupakan pasar yang sangat besar. Dewi Motik menegaskan, “Hal yang harus diutamakan negara ini adalah perlindungan kepada masyarakat, bukan perlindungan kepada industri, apalagi ini industri rokok. Kalau anak-anak sehat, perempuan sehat, maka negara kuat dan hebat.”
Baca Juga: Setelah Diprotes, Sampoerna Turunkan Iklan Rokok Mesum