Mengapa Pasar Properti Masih Tertahan? Ini Jawaban IPW

Adhitya Himawan Suara.Com
Selasa, 10 Januari 2017 | 13:25 WIB
Mengapa Pasar Properti Masih Tertahan? Ini Jawaban IPW
Kawasan perumahan mewah di Lippo Karawaci, Tangerang, Banten, Senin (17/10/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Pasar properti yang sebenarnya telah menunjukkan kenaikan di triwulan III tahun 2016, agaknya masih terhambat pergerakannya sampai akhir tahun 2016. Memasuki awal 2017, pasar pun agaknya belum bergerak.

"Dampak dari beberapa faktor diluar siklus, ditengarai menjadi faktor belum bergeraknnya pasar properti lebih tinggi lagi. Faktor keamanan dan politik sedikit banyak masih menjadi sorotan para investor untuk mau kembali membeli properti," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPWAli Tranghanda, dalam keterangan resmi, Selasa (10/1/2017).

Namun bukan itu saja yang menjadi satu-satunya faktor yang memengaruhi pasar properti. Bila kita melihat ke belakang ketika pasar properti mulai bergaung di tahun 2009 dan naik terus sampai 2013, ada waktu 4 tahun untuk pasar properti mencapai puncaknya. Harga properti naik tidak terkendali. Di satu sisi kenaikan ini menguntungkan para investor, namun di sisi lain kenaikan ini justru membuat pasar properti menjadi riskan karena kenaikannya sudah terlalu tinggi dan terindikasi over value.

Meskipun tidak akan terjadi gelembung propertiyang besar, namun dengan kondisi ini maka pasar akan menjadi semakin lama di pasar untuk dapat dijual kembali. Sebagai contoh, Si A membeli sebuah rumah tahun 2010 dengan harga Rp 2,3 miliar. Dua tahun kemudian dengan tipe dan lokasi yang tidak terlalu berbeda, pengembang menjual rumah tipikal seharga Rp 3,3 miliar (price list). Wow kenaikan yang luar biasa! Di saat yang sama ketika si A ingin menjual rumahnya, ternyata tidak dapat setinggi yang dibandrol pengembang. Kalaupun ingin melepas rumahnya, maka harga rumah di pasar sekunder hanya Rp 2,7 miliar. Apakah si A rugi? Tentu tidak karena meskipun dengan harga tersebut, kenaikan harga rumahnya sudah cukup tinggi. Namun sebagian investor enggan melepas asetnya karena dia berpikir patokan harganya adalah rumah yang djual pengembang.

Baca Juga: IPW Nilai Pemerintah Berpihak Pada Perumahan MBR

"Dengan kondisi ini maka banyak investor saat ini yang mempunyai banyak ‘barang’ yang belum berhasil dilepaskan sehingga roda investasi belum diputar kembali," ujar Ali.

Dengan berjalannya waktu pasar mulai lesu, dan harapan investor untuk dapat menjual asetnya lebih tinggi lagi tidak juga tercapai. Bahkan di tahun berikutnya mungkin kenaikan harga rumahnya hanya sebesar 7% setahun. Dia pikir mungkin rugi membeli rumah tersebut, namun bila dia mengerti siklus jangka panjang pasar properto, maka tentunya dia akan paham ini merupakan bagian alamiah dari siklus. Properti bukan semata-mata investasi jangka pendek, melainkan jangka panjang.

Di sisi lain pengembang pun tidak dapat menaikkan harga terlalu tinggi lagi karena penjualan sudah mulai seret. Kondisi ini yang menggambarkan bahwa di pasar telah terjadi over value dengan rasio perbedaan harga pasar sekunder dibandingkan pasar primer lebih besar dari 20 persen. Sejalan dengan mulai stagnannya kenaikan harga dari pengembang, maka pasar sekunder pun mulai naik sedikit demi sedikit sampai mencapai range + 10%-15% antara pasar sekunder dan primer. Pasar mulai mencari keseimbangan pasar baru. Saat in keseimbangan pasar ini belum jelas terlihat meskipun pergerakan di pasar sekunder sudah mulai terlihat. "Akumulasi beberapa faktor menjadikan pasar properti saat ini terhambat," jelas Ali.

Namun kondisi bukan berarti pasar kehilangan daya beli. Pasar hanya menunggu dan bermain di pasar properti dengan harga yang relatif masih masuk akal, mengingat pasar menengah atas sudah distempel kemahalan saat ini. Hal ini sejalan dengan prediksi yang dilakukan Indonesia Property Watch bahwa ternyata pasar yang akan menjadi primadona adalah pasar properti yang berada dalam range harga Rp 500 sampai 1 miliar secara umum.

Kapan pasar akan menunjukkan pergerakan yang nyata? Bila kita melihat dampak politik yang relatif akan menurun sampai triwulan 2 tahun 2017. Program amnesti pajak yang telah berakhir nanti Maret 2017 dengan capaian repatriasi yang terus masuk. Beberapa proyek infrastruktur telah mulai dapat dirasakan. Tren perekonomian nasional yang membaik. Maka paling tidak di semester kedua tahun 2017 agaknya pasar akan terlihat lebih nyata (meskipun siklus besar sudah terlihat di triwulan 3 tahun 2016).

Namun ada yang sedikit berbeda dengan siklus pasar saat ini. Dengan perkiraan semester II tahun 2017 pasar akan naik, maka waktu untuk mencapai puncak tahun 2019 sesuai perkiraan periode siklus, menjadi singkat, atau kurang lebih 1,5 tahun. "Kita berharap pasar properti nasional akan terus memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara, tidak hanya segmen menengah atas, namun pasar perumahan sederhana pun semakin tumbuh," pungkas Ali.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI