BEI Sebut Perusahaan Hary Tanoe akan IPO di Indonesia

Adhitya Himawan Suara.Com
Kamis, 05 Januari 2017 | 23:21 WIB
BEI Sebut Perusahaan Hary Tanoe akan IPO di Indonesia
Konglomerat nasional Hary Tanoesoedibjo diperiksa Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (17/3). [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Bursa Efek Indonesia meminta pemerintah mendorong perusahaan yang aset dan pendapatannya berasal dari dalam negeri untuk mencatatkan sahamnya melalui mekanisme penawaran umum perdana saham (IPO).

"Tidak elok kalau pendapatan dan aset diraih di Indonesia, tetapi sahamnya tercatat di bursa luar negeri. Seluruh rakyat Indonesia juga harus menikmati ini. Saya meminta tolong pemerintah untuk memaksa mereka 'listed' di sini," kata Direktur Utama BEI Tito Sulistio di Jakarta, Kamis (5/1/2017).

Ia mengemukakan bahwa sekitar 52 perusahaan dengan kategori itu terdapat di Indonesia. Jika sahamya tercatat di BEI nilainya mencapai sekitar Rp400 triliun.

Ia mengaku sudah menyampaikan daftar 52 perusahaan itu kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati.

Dari 52 perusahaan itu, ia mengatakan bahwa terdapat tiga perusahaan yang berminat untuk mencatatkan sahamnya di BEI. Perusahaan itu bergerak di sektor pertambangan dan properti.

Tito Sulistio mengemukakan bahwa pemilik perusahaan itu merupakan warga negara Indonesia yang menggunakan nama asing. Ketiga perusahaan tersebut telah mencatatkan sahamnya di bursa saham Singapura, Malaysia, Sydney, dan New York.

Di luar tiga perusahaan tersebut, tutur dia, ada satu perusahaan yang listed di Australia milik konglomerat Indonesia, Hary Tanoesudibyo yang juga berniat mencatatkan sahamnya di BEI.

"Tadinya, perusahaan HT (Hary Tanoesudibyo) itu 'listed' di bursa Nasdaq AS, sekarang di bursa Perth Australia, juga mau 'listed' di BEI," katanya.

Tito Sulistio juga mengatakan bahwa pihaknya telah menemui Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan dalam rangka menjelaskan kondisi pasar modal dan masalahnya.

"Ada dua masalah saat ini, pertama adalah peringkat Indonesia karena merefleksikan kepercayaan investor. Dan kedua mengenai kerentanan likuiditas," katanya.

Ia menyampaikan bahwa saat ini peringkat Indonesia masih berada di level BB+ (double B plus) oleh Stadard & Poor's (S&P), padahal secara tata kelola manajemen fiskal serta relaksasi peraturan sudah dilakukan dan fundamental ekonomi Indonesia juga positif. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI