Arief Poyuono Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, menilai bahwa selama ini ada tim mafia lama di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang menghambat kinerja pembangunan proyek Infrastruktur yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo selama ini. Kondisi ini mempengaruhi percepatan pertumbuhan ekonomi nasional yang setiap tahun dicanangkan oleh pemerintah.
"Pembangunan proyek Infrastruktur seperti jalan tol sepanjang 1000 km, jalan perbatasan antar negara, satu juta pembangunan rumah , 49 waduk semuanya mangkrak di bawah pimpinan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono," kata Arief dalam keterangan tertulis, Rabu (4/1/2017).
Penyebab mangkraknya proyek proyek tersebut disebabkan karena adanya dugaan pratek permafian di Kementerian PUPR dengan modus operandi pencaloan proyek-proyek pembangunan infrastruktur .
Arief menduga para mafia lama di PUPR yang bangkit diera Basuki Hadi Muljono, banyak melakukan pengaturan penempatan Satker - Satker dan Kepala balai didaerah daerah untuk mengatur dan mengelola anggaran kementerian PUPR. Tujuannya untuk memuluskan paket-paket proyek di Kementerian PUPR, dimana para mafia PUPR di daerah berprofesi sebagai kontraktor.
Baca Juga: HIPMI: Pembangunan Infrastruktur di Indonesia Terancam
"Perlu diketahui dari target Presiden Joko Widodo membangun 1000 km jalan Tol secara nasional dalam 5 tahun baru selesai 100 km dan itupun baru selesai dibangun kontruksi ,dan baru bisa membebaskan lahan untuk jalan Tol baru sepanjang 200 Km sampai akhir november 2016. Artinya Dua tahun baru 10 persen itupun baru kontruksi saja," ujar Arief.
Nah Sementara pemerintahan Joko Widodo efektif tinggal 2 tahun lagi diperkirakan sampai jelang pilpres hanya mencapai 20 persen realisasinya itupun baru kontruksi
Terkait Pembangunan waduk dan program revitalisasi waduk serta sarana pertanian yang diharapkan bisa mempercepat programan swasembada pangan untuk menciptakan ketahanan pangan juga akan gagal di 2017. Sebab walaupun sudah ada 25 kontrak pembangunan waduk itupun belum ada realisasinya karena ketidakmampuan Menteri PUPR dalam berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan persoalan pembebasan lahan.
"Dari serapan anggaran kementrian PUPR yang hampir 90 persen tapi output yang dihasilkan tidak sesuai ini artinya ada kebocoran anggaran di PUPR. Hal ini dibuktikan dengan banyak pesakitan dari operasi tangkap tangan di PUPR oleh KPK," jelas Arief.
Yang diharapkan dari proyek pembangunan Infrastruktur bisa menciptakan lapangan kerja baru dan meyerap angkatan kerja baru disektor Infrastruktur juga tidak berhasil
Arief menilai kinerja menteri PUPR yang berasal dari dalam kementerian PUPR seharusnya bisa diandalkan Presiden Joko Widodo untuk mensukseskan program Pembangunan proyek Infrastruktur. Nyatanya, performa Basuki justru akan membuat kegagalan bagi pemerintahan Presiden Jokowi. "Sehingga saat Joko Widodo mencalonkan kembali sebagai Capres 2019, tidak bisa dijadikan modal kampanye keberhasilan Presiden Jokowi nantinya," urai Arief.