Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Bahlil Lahadalia mendukung Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memutuskan hubungan kerja sama dengan JP Morgan Chase Bank. Bahlil menilai, JP Morgan Chase Bank berbahaya sebab berusaha menciptakan opini destruktif untuk menggoyang perekonomian beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Dia (JP Morgan) ini berbahaya. Dia mau ciptakan opini negatif diluar tentang Indonesia agar stabilitas keuangan kita terganggu, ujung-ujungnya dia dan kawan-kawan mau ambil untung dan menggoyang perekonomian nasional,” ujar Bahlil di Denpasar, Bali, Selasa (3/1/2017).
Bahlil mengatakan, pihaknya mendukung Kementerian Keuangan yang telah memutuskan hubungan kerja sama dengan JP Morgan Chase Bank. Surat keputusan Kemenkeu itu diterbitkan berlandaskan Surat Menteri Keuangan Nomor S-1006/MK.08/2016 yang diterbitkan pada 17 November 2016. Artinya, saat ini JP Morgan pun tak lagi menjadi salah satu bank persepsi yang dapat menampung aliran dana tax amnesty.
Bahlil mengatakan, kasus JP Morgan menunjukkan agresifnya pihak luar melemahkan stabilitas keuangan dan mengambil untung dari situasi tersebut. Dia mengatakan, sejak awal semestinya JP Morgan tidak perlu dilibatkan dalam program tax amnesty sebagai bank persepsi. Pasalnya, Bank ini secara sistematis telah berupaya melemahkan Indonesia.
“Misalnya pada Agustus 2016 lalu dia minta investor asing mengurangi kepemilikan obligasi Indonesia. Dia juga menciptakan opini bahwa prospek perekonomian di Asia negative sebab ada kekhawatiran kenaikan rate bunga di Amerika Serikat (AS). Dollar akan kembali ke AS, termasuk Indonesia,” tutur Bahlil.
Selain itu, opini negatif itu dibayangi oleh devaluasi Yuan China untuk memperburuk prospek mata uang Asia dan rencana kenaikan pinjaman utang pemerintah. Lucunya, ujar Bahlil, JP Morgan mensejajarkan situasi Indonesia sejajar dengan kondisi pasar di Brasil. JP Morgan menurunkan Brazil dari Overweight ke Netral, dan tidak lupa menurunkan Indonesia dari Overweight ke Underweight, dan Turki dari Netral ke Underweight. “Dia juga tidak menjelaskan secara jelas alasan penurunan Indonesia itu,” ucap Bahlil.
Bahlil mentengarai, ada upaya pihak luar menciptakan instablitas di sektor keuangan dan perekonomian dikaitkan dengan meningkatnya tekanan politik Pilkada dan kasus penistaan agama. Bahlil mengatakan, riak-riak politik nasional saat ini sudah berada dalam sistem dan mekanisme berdemokrasi, sehingga upaya pihak luar menggoyang perekonomian menggunakan isu politik dan sosial domestik tidak relevan lagi.