Suara.com - Kementerian Keuangan menyatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2016 terkendali dalam batas aman. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan hal ini merupakan bukti keberhasilan pemerintah dalam menjaga APBN sebagai instrumen kebijakan yang kredibel, efekti, efisien, serta berkelanjutan.
"Meskipun di sepanjang tahun 2016 perkembangan ekonomi global diwarnai berbagai tantangan dan belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan," kata Sri dalam acara konferensi pers terkait pelaksanaan realisasi APBNP 2016 di gedung Juanda I, Kementerian Keuangan, Jalan Dr. Wahidin Raya, Jakarta Pusat, Selasa (3/1/2017).
Situasi global tersebut, kata Sri, disebabkan tingkat permintaan global dan harga komoditas yang masih lemah. Dan kondisi perekonomian masih tidak pasti dengan dengan berlanjutnya moderasi pelemahan Cina, proyeksi kenaikan suku bunga Amerika Serikat dan ketidakpastian geopolitik di beberapa kawasan.
Dalam menghadapi tantangan perekonomian global, kata Sri, Indonesia terus melanjutkan komitmen terhadap reformasi ekonomi yang komprehensif.
"Yang terdiri dari, pertama, reformasi struktural untuk memperbaiki iklim investasi dan menjaga daya beli masyarakat. Kedua, reformasi anggaran untuk menciptakan kebijakan fiskal dan APBN yang kredibel, memberi kepastian, dan berkesinambungan. Ketiga, kebijakan moneter yang akomodatif dan menjaga stabilitas," tutur Sri.
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016, kata Sri, diperkirakan tumbuh 5,0 persen, di bawah asumsi APBNP tahun 2016. Ini relatif lebih baik dari tahun 2015 sebesar 4,8 persen serta masih termasuk peringkat ketiga terbaik di negara-negara G-20.
"Peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia baik tersebut dicapai dengan tetap menjaga tingkat inflasi yang terkendali. Inflasi tahun 2016 diperkirakan mencapai 3,1 persen atau lebih rendah dibandingkan asumsi inflasi di dalam APBNP tahun 2016 sebesar 4,0 persen," ujar Sri.
Sri menambahkan di samping inflasi yang terkendali, terjaganya stabilitas ekonomi juga tercermin dari rata-rata nilai tukar rupiah tahun 2016 yang berada pada level Rp13. 307 per dollar Amerika Serikat. Atau lebih kuat dibandingkan dengan asumsi APBNP sebesar Rp13.500 per dollar AS.
"Kesehatan fundamental ekonomi disertai berbagai langkah kebijakan seperti pemulihan kredibilitas pelaksanaan APBN serta pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak menjadi faktor pengeluaran rupiah," kata Sri.
Sementara itu, kata Sri, rata-rata realisasi suku bunga Surat Pembendaharaan Negara tiga bulan sedikit lebih tinggi dari asumsi dalam APBNP tahun 2016. Katanya, hal ini terutama dipengaruhi oleh dinamika likuiditas pasar keuangan global khususnya dampak dari persepsi negatif pasar terhadap isu normalisasi suku bunga acuan AS.