Salah satu kehebohan yang fenomenal terkait dunia ketenagakerjaan tanah air adalah maraknya isu serbuan 10 juta pekerja dari Cina. Kabar ini banyak berseliweran di media sosial, maupun sebagian dari media mainstream. Bahkan beberapa televisi swasta juga menggelar talkshow terkait topik yang dirasa bombastis ini.
Pemberlakuan kebijakan bebas visa yang diterapkan pemerintahan Presiden Joko Widodo dituding menjadi salah satu penyebab membanjirnya banyak tenaga kerja asing, khususnya dari Cina. Adanya kebijakan bebas visa untuk warga asing dari 169 negara yang akan datang ke Indonesia sejak kebijakan itu berlaku pada 10 Maret 2016 lalu, membuat arus masuk warga Negara asing WNA membeludak. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 69 Tahun 2015 tentang Bebas Visa Kunjungan. Pemerintah berharap sejumlah tempat wisata di Indonesia banyak disambangi wisatawan manca negara.
Kebijakan bebas visa ini dikritik sejumlah Fraksi di DPR. Kebijakan ini dianggap rentan penyalahgunaan kunjungan yang awalnya sebagai turis, berubah menjadi bekerja di Indonesia. Kebijakan ini juga dikritik karena dianggap membahayakan dari segi keamanan nasional, seperti mempermudah penyelundupan narkoba, dll. Bahkan ormas seperti PBNU telah meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan bebas visa.
Tak cuma kebijakan bebas visa, meningkatnya jumlah TKA yang masuk ke Indonesia, termasuk dari Cina, dianggap tak lepas dari dari kebijakan pemerintah yang lebih terbuka terhadap pekerja asing. Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 1 Tahun 2015 terhadap revisi Permenaker Nomor 12 Tahun 2013 tentang tata cara penggunaan tenaga kerja asing jadi contohnya. Aturan ini sempat menuai kontroversi karena ketentuan pekerja asing tidak wajib berbahasa Indonesia bila mencari nafkah di Indonesia.
Baca Juga: Kaleidoskop 2016: Dibayangi Lambannya Pertumbuhan Ekonomi
Namun menjelang akhir tahun 2016, pemerintah akhirnya bereaksi keras atas gencarnya pemberitaan serbuan jutaan pekerja Cina. Tak tanggung-tanggung, Presiden Joko Widodo turun tangan langsung menanggapi kabar serbuan 10 juta pekerja Cina. Jokowi menepis desas-desus mengenai sepuluh atau bahkan dua puluh juta pekerja Cina yang masuk menyerbu Indonesia. Sebab, angka sepuluh juta tersebut bukanlah jumlah pekerja Cina yang masuk ke Indonesia, melainkan jumlah wisatawan dari Cina yang diharapkan akan datang berkunjung ke Indonesia.
Hal itu disampaikan Jokowi untuk meluruskan isu tersebut dalam acara Deklarasi Pemagangan Nasional di kawasan Karawang International Industrial City (KIIC), Jawa Barat, Jumat (23/12/2016). "Sepuluh juta itu adalah turis yang kita harapkan dari Tiongkok untuk bisa masuk ke Indonesia," kata Jokowi.
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Ronny F Sompie juga turut membantah isu Indonesia dimasuki 10 juta pekerja Cina. Ia menjelaskan bahwa hanya ada 27 ribu WNA yang bekerja di Indonesia. Jumlah tersebut merupakan jumlah WNA yang memiliki izin terbatas di Indonesia. "Jumlah izin tinggal terbatas, sebagai dasar bisa bekerja ada 31.030 orang, yang bisa bekerja 27.254 orang," kata Sompie di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (25/12/2016).
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa jumlah keseluruhan WNA yang mempunyai izin tinggal mencapai 160 ribu orang. Data tersebut, menurut Mantan Kapolda Bali itu adalah yang tercatat sepanjang tahun 2016. "Secara keseluruhan dari jumlah tersebut, izin tinggalnya ini 160.865 orang.Itu jumlah semua warga negara asing sepanjang Tahun 2016," katanya
Lebih jauh lagi, pihak Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengklaim bahwa Indonesia justru kekurangan TKA. Rasio penggunaan TKA di Indonesia dengan jumlah tenaga kerja yang ada masih sangat rendah. Total jumlah tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia hanya 74.000 (tujuh puluh empat ribu) atau 0,062 persen dari total tenaga kerja sebesar 120 juta.
Kepala BKPM Thomas Lembong menilai angka rasio tersebut masih sangat, amat rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara lainnya. "Di Qatar 94 persen tenaga kerja asing, di Uni Arab Emirat bahkan 96 persen, Singapura 36 persen. Yang itu mungkin ekstrem ya, tapi Amerika Serikat 16,7 persen, Malaysia 15,3 persen dan Thailand 4,5 persen" ujarnya dalam keterangan resmi kepada media, Kamis (29/12/2016).
"Jadi katakan kita ber-andai-andai bahwa jumlah TKA di Indonesia sebenarnya adalah 10 kali (sepuluh kali lipat) data resmi Kementerian Tenaga Kerja dan Kantor Imigrasi, maka 0,62 persen dari total tenaga kerja Indonesia pun masih jauh terlalu rendah, hemat saya. Negara yang benar-benar modern akan memakai jauh lebih banyak tenaga kerja internasional,” kata Tom.
Posisi Indonesia yang faktanya rasio TKA dibawah 0,1 persen, menurut Tom terlalu rendah. "Maaf ya, tapi justru sebenarnya kita butuh jauh lebih banyak tenaga kerja asing di Indonesia. Alih keahlian (transfer of expertise) dan alih pengetahuan dari tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia penting bila kita ingin maju," jelasnya.
Mengutip data Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia, isu 10 juta pekerja dari Cina hampir pasti sulit dibuktikan. Hingga November 2016, jumlah TKA berdasarkan IMTA (izin mempekerjakan TKA) yang ada di Indonesia dari seluruh negara hanyalah 74.183 orang. Sementara angka ini mengalami peningkatan dibanding sepanjang 2015 yang mencapai 69.025 orang.
Sebetulnya disbanding tahun 2011, jumlah TKA saat ini lebih sedikit. Kala itu, jumlah TKA mencapai 77.307 orang, lalu menurun menjadi 72.427 orang pada tahun 2012. Angka ini kembali menurun pada 2013 dan 2014 yang masing-masing mencapai 68.957 orang dan 68.762 orang. Barulah sejak tahun 2015 dan tahun ini, kembali terjadi tren peningkatan TKA yang bekerja di Indonesia.
Untuk tahun 2016 sendiri, dari 74.183 orang tersebut, sebanyak 21.271 berasal dari Republik Rakyat Cina (RRC). Sisanya dari 12.490 dari Jepang, 8.424 dari Korea Selatan, 5.059 dari India, 4.138 dari Malaysia, 2.812 dari Amerika Serikat, 2.394 dari Thailand, 2.483 dari Australia, 3.428 dari Filipina, 2.252 dari Inggris, 1.748 dari Singapura, dan 7.684 dari sejumlah negara lain.