BKPM Klaim Indonesia Sebenarnya Kekurangan Tenaga Kerja Asing

Adhitya Himawan Suara.Com
Kamis, 29 Desember 2016 | 18:40 WIB
BKPM Klaim Indonesia Sebenarnya Kekurangan Tenaga Kerja Asing
Gedung Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di Jalan Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta Selatan, Selasa (7/6/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Rasio penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia dengan jumlah tenaga kerja yang ada masih sangat rendah. Total jumlah tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia hanya 74.000 (tujuh puluh empat ribu) atau 0,062 persen dari total tenaga kerja sebesar 120 juta. 

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menilai angka rasio tersebut masih sangat, amat rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara lainnya. "Di Qatar 94 persen tenaga kerja asing, di Uni Arab Emirat bahkan 96 persen, Singapura 36 persen. Yang itu mungkin ekstrem ya, tapi Amerika Serikat 16,7 persen, Malaysia 15,3 persen dan Thailand 4,5 persen" ujarnya dalam keterangan resmi kepada media, Kamis (29/12/2016).

"Jadi katakan kita ber-andai-andai bahwa jumlah TKA di Indonesia sebenarnya adalah 10 kali (sepuluh kali lipat) data resmi Kementerian Tenaga Kerja dan Kantor Imigrasi, maka 0,62 persen dari total tenaga kerja Indonesia pun masih jauh terlalu rendah, hemat saya. Negara yang benar-benar modern akan memakai jauh lebih banyak tenaga kerja internasional,” kata Tom.

Posisi Indonesia yang faktanya rasio TKA dibawah 0,1%, menurut Tom terlalu rendah. "Maaf ya, tapi justru sebenarnya kita butuh jauh lebih banyak tenaga kerja asing di Indonesia. Alih keahlian (transfer of expertise) dan alih pengetahuan dari tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia penting bila kita ingin maju," jelasnya. 

Baca Juga: Ini Modal Utama Daerah Tarik Investasi versi Kepala BKPM

Tom menilai bahwa perusahaan Indonesia juga dapat memanfaatkan tenaga kerja asing guna “nyontek” sistem produksi dan cara-cara manajemen di negara lain yang sudah lebih maju. "Kita yang jadi bos mereka, kita dapat memanfaatkan mereka semaksimal mungkin," lanjutnya.

Dalam sejarah dunia, praktis semua negara berkembang yang berhasil naik kelas menjadi negara maju, berawal dari investasi asing yang juga membawa teknologi internasional, jaringan pemasaran internasional (untuk meningkatkan ekspor), dan tenaga kerja asing yang amat berperan dalam alih pengetahuan dan alih teknologi.

Tom mengemukakan bahwa tenaga kerja asing dibutuhkan untuk mendukung proses konstruksi investasi. "Mereka biasanya menggunakan tenaga kerja asing dalam proses konstruksi di tahapan awal investasi. Oleh karena itu angka tenaga kerja asing selalu fluktuatif," paparnya.

Dia menyampaikan bahwa posisi tenaga kerja asing yang terserap dalam realisasi investasi di Indonesia saat ini setara dengan posisi pada tahun 2011. "Itu masa puncaknya, setelah itu terus mengalami penurunan, saat ini sudah mulai naik lagi tapi belum mencapai posisi yang sama di tahun 2011," kata Tom.

Dari data Izin Memperkerjakan Tenaga Asing (IMTA) yang dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja tercatat TKA pada tahun 2011 mencapai 77.307 orang, kemudian pada tahun 2012 menurun menjadi 72.427 orang, tahun 2013 kembali melorot di level 68.957 orang, kemudian menurun tipis di posisi 68.762 orang. Pada tahun 2015, posisi tersebut meningkat tipis 69.025 orang serta pada tahun 2016 kembali meningkat menjadi 74.183 orang. 

Porsi Penggunaan TKA Tiongkok Tergolong Rendah

Lebih lanjut terkait isu miring TKA Tiongkok, Tom menyampaikan bahwa porsi tenaga kerja asing (TKA) dari Tiongkok tergolong rendah. Dari data Kementerian Tenaga Kerja, jumlah TKA yang berasal dari Tiongkok sampai bulan November 2016 tercatat hanya 21.271 orang.

Sementara dari data Realisasi investasi yang menciptakan lapangan pekerjaan baru yang dimiliki oleh BKPM, jumlah TKA Tiongkok baru yang diserap dari realisasi investasi periode Januari-September 2016 tercatat 3.718 tenaga kerja atau 0,3% dari total penyerapan 975.898 tenaga kerja / lapangan pekerjaan baru. Jumlah  tersebut terdiri dari penyerapan TKA sebanyak 17.966 tenaga kerja maupun penyerapan tenaga kerja Indonesia sebanyak 957.932 tenaga kerja. 

Kepala BKPM Thomas Lembong mengemukakan data tersebut menunjukkan bahwa berbagai isu yang disampaikan terkait keberadaan TKA Tiongkok yang bekerja di Indonesia tidak benar. "Ini patut disesalkan sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam perayaan Natal nasional agar semua pihak menghentikan fitnah-fitnah terkait tenaga kerja asing," lanjutnya.

Menurut Thomas, realisasi investasi Tiongkok melonjak dari tahun 2014 berada di peringkat 8, kini di periode Januari-September 2016 mencapai USD 1,6 miliar berada di peringkat tiga. "Peningkatan realisasi investasi yang signifikan tersebut menjadi pemicu meningkatnya penggunaan TKA oleh investor Tiongkok yang ingin merealisasikan investasinya di Indonesia," jelasnya.

Kenapa jumlah TKA di Indonesia turun terus dari tahun 2011 sampai 2014, kemudian baru mulai meningkat kembali di tahun 2015? Keterangannya sangat sederhana: TKA itu khususnya didatangkan oleh investor pada awal proyek. Di awal proyek-lah, terjadi pemasangan alat-alat dan permesinan yang mau tidak mau harus kita impor dari luar negeri, karena tidak tersedia dari dalam negeri. 

Kenyataan itu berlaku untuk hampir semua proyek investasi, apakah pabrik tekstil, pembangkit listrik atau kilang minyak. Cetak biru dan manual instruksi pemasangan mesin dan alat itu pun sering kali dalam bahasa asing, seperti Bahasa Mandarin, Bahasa Jerman dan Bahasa Jepang. 

"Jadi agar penyelesaian proyek bisa cepat, jauh lebih efisien untuk datangkan TKA dari negara yang juga tempat asal mesin dan alatnya," urai Tom.

Setelah tahun pertama dan tahun kedua proyek lewat, dan pemasangan alat dan mesin sudah tuntas, TKA pasti secepat mungkin dipulangkan oleh investor. Sebagaimana sudah diterangkan Presiden Jokowi, menggunakan TKA itu mahal buat investor, sehingga investor selalu berusaha secepat mungkin mengalihkan fungsi dari TKA kepada tenaga kerja lokal. "Mayoritas TKA itu sendiri juga biasanya inginnya pulang secepat mungkin, setelah tugas proyek-nya di Indonesia sudah selesai," pungkas Tom.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI