PT Pertamina (Persero) dan Saudi Aramco baru saja menyepakati pengembangan kilang minyak (Refinery Development Master Plan/RDMP) di Kilang Cilacap dengan skema joint venture (JV), pada Kamis (22/12/2016) lalu. Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dengan tegas menolak kerjasama JV dengan pihak asing tersebut.
Seperti diketahui, Pertamina tengah berupaya mengembangkan kapasitas kilang minyak lewat 4 proyek RDMP, serta membangun kilang baru lewat 2 proyek New Grass Root Refinery (NGRR). Pihak FSPPB sendiri sangat mendukung program RDMP yang dapat meningkatkan kapasitas kilang minyak sehingga dapat memproduksi BBM sendiri untuk kebutuhan dalam negeri tanpa tergantung impor.
"Yang sudah jalan itu ada RDMP di Balikpapan, itu dibiayai sendiri oleh Pertamina tanpa melakukan kegiatan joint venture dengan perusahaan lainnya. Ini suatu langkah yang tepat," kata Noviandri, Presiden FSPPB di Jakarta, Selasa (27/12).
Dilanjutkan Noviandri, yang disayangkan saat ini untuk proyek RDMP di Cilacap, Pertamina justru menggandeng perusahaan lain yaitu Saudi Aramco lewat skema JV. "Padahal Kilang Cilacap adalah kilang andalan Pertamina. Kami mendorong kepada Direksi agar kilang Cilacap juga dibiayai sendiri," tuturnya.
Baca Juga: Proyek Listrik Panas Bumi di Leuser Ditolak Kalangan LSM
Biaya proyek RDMP Cilacap sendiri memang lumayan besar yaitu 5 miliar Dolar Amerika Serikat (AS). Akan tetapi pihak FSPPB lebih khawatir dengan skema JV dengan perusahaan lain yang akan berdampak tidak baik kepada kilang yang bersangkutan dan para pekerja di dalamnya.
"Apabila JV ini tetap dilaksanakan dengan pembagian saham 45 persen untuk Aramco dan 55 persen Pertamina, dengan kondisi tersebut maka sampai kapan pun mereka akan terlibat di sana sepanjang kilang tersebut masih beroperasi," papar Noviandri seraya mengingatkan bahwa dalam kegiatan kilang tak ada waktu terminasi, tak seperti dalam kegiatan hulu migas yang ada batas waktunya.
Karena itu, ditambahkan Noviandri, untuk proyek RDMP Cilacap ini Pertamina seharusnya bisa membiayai sendiri tanpa campur tangan perusahaan lain. "Atau paling tidak kalau kita tidak mampu, kita bisa menggunakan skema project financial langsung seperti kita menerbitkan global bond atau dengan investor yang hanya duitnya, atau dalam hal seperti ini hutang kepada bank lebih memungkinkan, ada batas waktunya," bebernya.
Ditambahkan oleh Sekjen FSPPB Arie Gumilar, bahwa langkah JV di Kilang Cilacap ini merupakan upaya pengerdilan PT Pertamina (Persero) dan pelepasan aset negara. "Untuk itu FSPPB meminta kepada Pemerintah RI cq Presiden Joko Widodo beserta wakil-wakil rakyat di DPR serta seluruh stakeholder Pertamina untuk membatalkan Joint Venture pembangunan/Pengembangan kilang dengan pihak manapun," jelas Arie.
Arie pun meminta kepada pihak Direksi Pertamina untuk mendapatkan sumber pendanaanlain untuk RDMP Cilacap, di mana salah satu alternatifnya dari pendanaan pemerintah yang diperoleh dari Tax Amnesty.
"Harus diupayakan agar Proyek RDMP dilakukan bertahap sesuai dengan skala prioritas dan kecukupan anggaran sehingga pembiayaan proyek dapat sepenuhnya oleh Pertamina seperti yang dilakukan untuk Kilang RU V Balikpapan," pungkas Arie.