Anggota Dewan Komisi VII DPR RI Kurtubi mengakui proses revisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, atau UU Migas berjalan lambat hingga saat ini.
Menurutnya, lambannya proses revisi UU Migas tersebut lantaran status konstitusional lembaga Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
"Kalau DPR Sebelumnya sudah membuat konsep, sudah selesai drafnya. Tapi kan waktu 2014 MK membubarkan BP Migas. Jadi, kami sekarang menyusun kembali, masih belum sepakat, apakah SKK Migas dikembalikan ke Pertamina atau seperti apa," kata Kurtubi di Jakarta, Rabu (14/12/2016).
Menurutnya, Mahkamah Konstitusi mengambil keputusan untuk membubarkan SKK Migas, yang waktu itu bernama Badan Pengelola Migas (BP Migas), anggota DPR diwanai perbedaan pendapat terkait hal itu. Ada yang menginginkan, agar SKK Migas dijadikan BUMN Khusus. Ada juga yang ingin SKK Migas dilebur jadi satu ke PT Pertamina.
Baca Juga: Pengamat: RUU Migas Tak Bisa Ditawar, Harus Selesai Periode Ini
"Jadi banyak perbedaan pendapat. Kalau kami dari Nasdem lebih setuju kalau dilebur dengan Pertamina agar lebih efisien," katanya.
Perbedaan pendapat menurut Kurtubi, tidak hanya terjadi di DPR, tetapi juga terjadi di tubuh pemerintah pusat. Hal ini membuat molornya proses revisi UU Migas.
"Makanya molor, banyak yang beda pendapat. Di pemerintah sendiri atau di non pemerintahan. Tapi kami berharap, kalau tahun ini nggak selesai, semester 1 tahun depan diharapkan sudah selesai," ujarnya.