Habis 212 Juta Dolar AS, Tapi Smelter Freeport Belum Terlihat

Rabu, 07 Desember 2016 | 16:30 WIB
Habis 212 Juta Dolar AS, Tapi Smelter Freeport Belum Terlihat
Operasional pertambangan mineral milik PT Freeport Indonesia di Timika, Papua
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur PT Freeport Indonesia Clementino Lamury mengaku, perusahaan asal Amerika Serikat ini sudah mengeluarkan biaya sebesar 212,9 juta dolar AS untuk membangun smelter di wilayah kerja Petrokimia Gresik, Jawa Tengah. Realisasi ini baru sekeitar 9,6 persen dari total komitmen investasi yang dijanjikan yakni sebesar 2,2 miliar dolar AS.

Clementino menjelaskan, dana yang sudah dikeluarkan oleh PTFI tersebut dialokasikan untuk dana penjamin, dana untuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebesar, penyerahan deposito jaminan dan kontrak Front End Engineering Design (FEED) dan penyelesaian pembayaran sewa lahan.

“Untuk AMDAL itu sebesar 50 juta dolar AS, penyerahan deposito jaminan sebesar 20 juta dolar AS, dan kontrak Front End Engineering Design (FEED) sebesar 10,5 juta dolar AS. Untuk pwmbayaran sewa lahan itu 1,5 juta dolar AS,” kata Clementeino dala RDP dengan Komisi VII DPR RI di gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2016).

Kendati sudah mengeluarkan banyak biaya, PTFI mengakui bahwa pembangunan fisik ini belum terlihat hingga saat ini. Clementino berdalih, belum terlihatnya fisik pembangunan smelter lantaran PTFI masih terkendala lahan. Sehingga PTFI belum bisa melakukan aktivitas pembangunan.

"Jadi memang realisasi lapangan belum terlihat, karena memang di dua lahan yang sedang kami siapkan belum merupakan tanah yang ready. Jadi perlu ada persiapan lahan, perlu direklamasi dan tanahnya walaupun direklamasi perlu ada soil improvement atau perbaikan penguatan lahan," katanya.

Ia pun mengaku, lambannya persiapan lahan ini lantaran perusahaan yang beroperasi di Papua ini membutuhkan dana sekitar 4,03 juta dolar untuk melakukan reklamasi lahan. Hal ini lantaran 80 persen lahan tersebut masih milik Petrokimia. Sehingga harus dilakukan reklamasi. Dengan proses yang masih panjang, Freeport meminta tambahan perpanjangan Kontrak Karya (KK) sejak tahun 2021 mendatang agar realisasinya bisa lebih cepat.

"Kami mengharapkan adanya perpanjangan operasi, maka realisasi akan lebih cepat berbarengan dengan pengerjaan lainnya. Karena ini berkaitan dengan pendanaan untuk membangun smelter. Walaupun sudah selesai secara umum, ada yang belum kuat juga walaupun sudah direklamasi. Lahannya belum kuat," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI