Suara.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengaku saat ini tengah melakukan evaluasi perpanjangan kontrak milik PT Freeport Indonesia yang akan berakhir pada 2021. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengaku evaluasi tersebut sangat dibutuhkan oleh Perusahaan untuk meningkatkan investasinya didalam negeri.
"Pemerintah sedang melakukan evaluasi keseluruhan termasuk masalah perpanjangan Freeport," kata Bambang dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2016).
Perpanjangan operasi tambang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara. Dimana dlaam peraturan tersebut disebutkan batas waktu paling cepat pengajuan perpanjangan operasi pertambangan 2 tahun sebelum masa kontrak habis, dan paling lambat enam bulan sebelum masa kontrak habis. Masa pengajuan perpanjangan kontrak yang tercantum dalam PP 77 tenyata membuat adanya ketidakpatian bagi para pengusaha.
Hal ini menyusul adanya permintaan dari Freeport Indonesia yang menginginkan kejelasan perpanjangan operasi dari Pemerintah jika ingin pengembangan kapasitas fasilitas pengoahan dan pemurnian (smelter) Gresik dilakukan. Presiden Direktur PTFI Chappy Hakim mengatakan, kesiapan Freeport membangun smelter juga sangat bergantung pada perpanjangan izin ekspor konsentrat yang akan berakhir pada 2021. Apabila Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memberi perpanjangan, Chappy berjanji akan membangun smelter.
Dia menambahkan untuk membangun smelter, Freeport membutuhkan dana yang mencapai 2,2 miliar dolar AS. Anggaran tersebut baru bisa dipenuhi jika perusahaan asal Amerika Serikat ini mendapatkan perpanjangan kontrak.
"Kita juga menunggu kepastian perpanjangan kontrak (berakhir 2021) yang berhubungan erat dengan ketersedian dana untuk pembangunan smelter. Itu gambaran besarnya," katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi menyentil Chappy yang terkesan bertele-tele saat mengungkapkan alasannya terkait progres pembangunan smelter milik PT Freeport Indonesia yang hingga saat ini belum juga dibangun. Padahal pembangunan smelter di dalam negeri ini merupakan salah satu prasyarat dari pemerintah jika PTFI ingin konraknya diperpanang dan mengantongi izin ekspor mineral mentah.
Bahkan, Kurtubi menilai, alasan yang bertele-tele tersebut sengaja dilakukan agar Freeport mendapatkan kembali perpanjangan izin ekspor konsentrat selama enam bulan ke depan.
“Ini kan (rencana pembangunan smelter) sudah dibicarakan sejak 2015 lalu. Tapi kenapa sampai sekarang sudah mau 2017 tapi belum ada progresnya. Ini akal-akalan saja supaya izin ekspor konsentrat keluar setiap enam bulan sekali atau bagaimana,” kata Kurtubi.
Selain itu, Kurtubi juga menyindir pemerintah yang berencana akan memperpanjang izin ekspor konsentrat Freeport pada 2017 mendatang. Padahal, pembebasan lahan di Gresik belum juga dilakukan oleh Freeport. Menurutnya, jika Freeport sudah siap melakukan aktivitas pembangunan smelter di Gresik tidak ada masalah jika izin ekspor konsentrat diperpanjang.