Pascareformasi, Ekonomi Indonesia Dinilai Super Liberal

Adhitya Himawan Suara.Com
Selasa, 06 Desember 2016 | 06:07 WIB
Pascareformasi, Ekonomi Indonesia Dinilai Super Liberal
Salah satu sentra ekonomi Pasar Raya Padang, Sumatera Barat, Rabu (23/11/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Ekonom Konstitusi Defiyan Cori mengaku terkejut saat mengetahui Sri Bintang Pamungkas ditangkap oleh aparat kepolisian dengan tuduhan makar terhadap Pancasila dan UUD 1945.
 
"Terus terang saya kaget dan prihatin, dengan terbatasnya informasi yang saya miliki tentang pribadinya dan mencermati kontribusi beliau tentang masalah ekonomi dan politik negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (baca hasil Dekrit 1959) sangat sulit bagi saya menerima perlakuan pemerintahan ini," kata Defiyan dalam keterangan tertulis, Selasa (6/12/2016).
 
Selain itu, Defiyan juga tak percaya saat mengetahui Rachmawati Soekarnoputri juga ikut ditangkap dengan tuduhan yang sama. Menurutnya, bagaimana mungkin anak kandung almarhum Bung Karno salah seorang pejuang kemerdekaan dan pendiri bangsa ini berkhianat dan menjatuhkan pemerintahan sedang dalam kondisi berkursi roda? "Apakah pemerintah tidak melihat fakta apa kontribusi yang sudah diberikan oleh Ibu Rachmawati atas pendidikan anak bangsa? Universitas Bung Karno adalah bangunan yang tidak bisa berdusta atas hal ini, belum lagi kontribusi pemikiran beliau, betapa naifnya jika diabaikan," ujar Defiyan. 

Ia melanjutkan  bahwa dua Presiden Indonesia yang pertama, yaitu, almarhum Soekarno dan Soeharto adalah pemegang mandat rakyat yang sangat memperhatikan ekonomi rakyat dan peran Indonesia dalam perdamaian dunia. Konsepsi perencanaan semesta raya adalah hasil pemiikiran alm. Bung Karno yang dilanjutkan oleh Presiden alm. Soeharto, kedua mantan pemimpin bangsa ini sangat disegani dan dihormati dunia. Mantan Presiden almarhum Soeharto berhasil mencapai prestasi swasembada beras pada tahun 1984 dan diberikan kesempatan berpidato di depan sidang FAO.
 
Namun, pasca reformasi ekonomi kita super liberal, walaupun pertumbuhan ekonomi mencapai angka 4-6 persen tetapi kinerja ekonomi ini hanya dinikmati oleh sebagian kecil rakyat Indonesia yang menguasai ekonomi bangsa. Semakin banyak peraturan dan Undang-Undang yang tidak lagi sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. "Kita bisa periksa semua UU di bidang ekonomi, baik itu UU tentang PMA, UU tenrang Keuangan Negara, UU tentang BUMN, UU tentang Pertambangan dan Energi, UU tentang Mineral dan Batu Bara, UU tentang Perkoperasian, UU Ketenagakerjaan dan yang lainnya semua berpihak pada asing dan kelompok kecil yang menguasai ekonomi Indonesia, terlebih lagi sejak paket Oktober 1988 juga diluncurkan. Masyarakat Indonesia seperti hidup di hutan rimba raya yang saling memakan, yang kuat memakan yang lemah, yang kaya bertambah kaya dan yang miskin semakin melarat," jelas Defiyan.

Dari aspek politik, sejak terpilihnya dan diangkat secara resmi Bapak Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia dan dengan membawa janji Trisakti dan Nawacita, maka rakyat diberi sebuah harapan atas lahirnya sebuah kebijakan pemihakan (affirmative policy) atas kondisi ketimpangan ekonomi yang terjadi. Namun tak pelak lagi sistem politik kita yang kontestatif membuat hiruk pikuk pemilihan Presiden secara langsung ini membuat masyarakat kita terbelah pada yang menang dan yang kalah dalam kompetisi ini.
 
Disamping itu luka lama dalam kontestasi mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan mantan Presiden Megawati Soekarno Putri masih terus terbawa, bahkan sampai terjadi kasus penistaan agama yang diakukan oleh Basuki Tjahaya Purnama yang merupakan calon petahana dalam Pilkada DKI tahun 2017. "Konsistensi kita sebagai bangsa juga sedang diuji dalam merawat kesejatian pilihan kita berdemokrasi, apakah dengan cara berdemokrasi dengan memilih pemimpin secara langsung ini kita sedang merawat Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebhinneka Tunggal Ikaan atau sebaliknya," tutur Defiyan.
 
Defiyan berharap para mantan Presiden dapat bersikap dan bertindak sebagai negarawan dan berdamai satu sama lain untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Sikap inilah yang sedang diupayakan oleh Mas Sri Bintang Pamungkas dan Ibu Rachmawati Soekarno Putri yang nota bene adik kandung Ibu Megawati Soekarno Putri. Sebagai aktifis yang tidak pudar dan luntur oleh zaman dengan kapasitasnya dan kecintaannya yang demikian besar terhadap tanah air Republik Indonesia ini, yang tidak mau mentransaksikan idealisme atas makna substansi kemerdekaan bangsa yang telah diperjuangkan oleh para syuhada dan pendiri bangsa ini.
 
"Lalu pertanyaannya adalah, apakah mereka akan melakukan makar? Siapakah sejatinya yang akan makar, mohon jangan sampai strategi adu domba (divide et impera ala penjajah) anak bangsa ini terus berlanjut, maka bermusyawarahlah," tutup Defiyan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI