BI Akui Dunia Bisnis Mulai Cari Dana Diluar Perbankan

Adhitya Himawan Suara.Com
Minggu, 04 Desember 2016 | 22:17 WIB
BI Akui Dunia Bisnis Mulai Cari Dana Diluar Perbankan
Bank Indonesia meluncurkan BI Financial Technology (Fintech) Office. (suara.com/Dian Kusumo Hapsari)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

 Bank Indonesia mencatat dunia usaha mulai mengandalkan sumber pembiayaan dari non-perbankan sepanjang tahun ini. Ini merupakan  imbas dari sulit turunnya bunga kredit, dan posisi selektif perbankan dalam menyalurkan kredit.

Berdasarkan data Bank Sentral yang dikutip di Kuta, Minggu (4/12/2016), ketika kredit perbankan hanya tumbuh 7,4 persen secara tahunan (yoy) di Oktober 2016, pembiayaan melalui instrumen di pasar modal sudah jauh melewati realisasi di 2015.

Rincinya, pembiayaan melalui surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) dan sertifikat deposito (Negoitable Certificate Deposit/NCD) sebesar Rp166,9 triliun atau melebihi realisasi sepanjang 2015 yang Rp129 triliun. Kemudian pembiayaan dari obligasi korporasi sebesar Rp83 triliun, dibanding sepanjang 2015 yang Rp55,3 triliun.

Melalui penerbitan saham baru (rights issue) dan aksi kepemilikan saham lainnya juga sudah mencapai Rp50,4 triliun, mendekati realisasi sepanjang 2015 yang Rp53,6 triliun.

Direktur Esekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan masih lambannya perbankan dalam merespon penurunan suku bunga acuan BI membuat pembiayaan non-bank menjadi lebih menarik.

Dari sisi perbankan, dia mengatakan hal tersebut juga mencerminkan fungsi intermediasi perbankan yang masih belum efisien karena masih sulitnya menurunkan bunga kredit, padahal suku bunga Dana Pihak Ketiga (DPK) sudah turun signifikan.

"Kalau banknya tidak bisa berkompetisi karena suku bunga kreditnya masih tinggi, padahal suku bunga simpanannya sudah diturunkan, sehingga sebagian pangsanya diambil oleh non-bank, itu adalah persoalan perbankan yang harus dibenahi," ujarnya.

Juda juga melihat terdapat kecenderungan perbankan mengambil marjin keuntungan yang terlalu besar, karena masih lebarnya selisih penurunan suku bunga deposito dengan penurunan suku bunga kredit.

"Kami lihat ada pelebaran marjin dari bank saat ini, suku bunga deposito diturunkan terus, tapi kredit masih tinggi. Mungkin untuk cover kenaikan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL)," ujarnya.

Menurut Juda, sejak awal 2016, dengan penurunan suku bunga acuan BI sebesar 150 basis poin, suku bunga kredit hingga Oktober 2016 baru turun 62 basis poin, padahal suku bunga deposito sudah turun sebesar 129 basis poin.

Di sisi lain, dengan meningkatnya pembiayaan non-bank, sumber pembiayaan ekonomi dalam negeri menjadi lebih beragam. Menurut Juda, keberagaman sumber pembiayaan akan meningkatkan ketahanan ekonomi ketika dihadapkan pada potensi krisis.

"Semakin diversifikasi ekonomi maka akan semakin 'resilient'. Kalau hanya bergantung pada bank, ketika bank hadapi masalah, maka akan jadi mudah untuk kekurangaan pembiayaan," kata dia. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI