Menurut penjelasan developer, lanjut Mia, perubahan rumah subsidi menjadi rumah komersil tersebut berdasarkan beraturan pemerintah. Selain itu, PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk tidak memberikan jatah subsidi ke perumahan tersebut.
“Katanya sih begitu. Tapi kenapa baru sekarang bilang nggak dapat jatah subsudi dari BTN, dulu mereka itu izinya gimana. Yang peraturan dari pemerintah itu juga kami tanyakan, tapi mereka nggak menjelaskan dengan detail. Ini kan aneh jadinya. Terus kita disuruh tunggu sampai 30 November 201 untuk kepastian soal subsidi atau nggak,” katanya.
Mia bercerita, ia membeli rumah di Samudera Residence sejak bulan September 2015 silam. Ia tertarik dengan perumahan tersebut lantaran perumahan yang dibangun oleh Elang Group ini merupakan rumah subsidi dengan harga yang ditawarkan sekitar Rp140 jutaan. Pada 2015 lalu, Mia sudah mengeluarkan banyak uang untuk membayar booking fee sebesar Rp2 juta dan uang DP ke developer sekitar Rp30 juta. Ada biaya lain seperti urus perlengkapan surat pengajuan KPR ke BTN.
“Kalau uang yang keluar itu sudah sekitar Rp50 jutaan kali mba. Saya sampai capek, capek hati, tenaga dan uang. Soalnya kan harus urus surat-suratnya itu. Pertama urus surat ke kelurahan yang menyatakan saya belum punya rumah. Kan saya kerja, susah kalau urus sendiri, itu harus bayar orang untuk urus, jadinya juga lama lagi. Terus urus surat dari kantor segala macam. Semua surat akhirnya sudah lengkap,” ujanya.
Baca Juga: Bersiaplah, Rumah Subsidi Akan Naik Harga di 2017!
Namun, nasibnya untuk mendiami rumah impian bersama keluarganya masih terkatung-katung. Pasalnya, hingga saat ini rumah tersebut belum jadi 100 persen bahkan, Mia belum mendapat SP3K dari bank untuk bisa melanjutkan ke tahap akad kredit. Bahkan, lanjut Mia ada beberapa konsumen lain yang uang booking fee dan DP dibawa kabur oleh marketing Samudera Residance.
“Iya sih, katanya memang ada uang yang dibawa kabur. Saya juga dengar-dengar ada masalah di marketingnya. Banyak yang keluar. Tapi saya nggak tahu kenapa dan nggak mau tahu. Yang penting bagi saya rumah ini penyelesaiannya harus jelas,” kata Mia.
Ia pun merasa kecewa dengan program subsidi yang diklaim pemerintah masyarakat MBR dapat dengan mudah untuk memiliki rumah impian. Pasalnya, apa yang diklaim pemerintah dengan praktik dilapangan berbanding terbalik. Masyarakat MBR masih dipersulit dalam memiliki rumah bersubsidi.
Hal yang sama dirasakan oleh Tio yang sama-sama menjadi konsumen Samudera Residence. Tio mengaku sudah mengeluarkan uang sebesar Rp60 juta untuk membeli rumah di Samudera Residence sejak September 2015 silam. Namun hingga kini, Tio yang bekerja di Pontianak ini belum menjalani akad Kredit. Padahal, ia sudah memperoleh SP3K yang kedua dari perbankan.
“Dulu awal-awal saya sudah dapat SP3K dari bank, tapi katanya sudah kadaluarsa. Lah ini kan bukan salah saya dong, salah developernya yang kealamaan. Terus saya urus lagi, sekarang udah ada lagi ini. Nah saya disuruh tunggu sampai tanggal 15 Desember 2016 untuk melakukan akad kredit. Ini kan buang waktu sekali,” kata Tio kepada Suara.com di hari yang sama.
Tio bercerita, pegawai swasta di Pontianak ini butuh berbulan-bulan untuk memburu griya dengan harga sesuai kantong hingga akhirnya tertarik membeli rumah seharga Rp 140 juta di Samudera Residence. Elang Group selaku pengembang menjanjikan rumah subsidi pemerintah tipe 36/72 itu bakal tuntas dalam enam bulan.
“Dari bank udah aman tuh, BTN kan. Terus saya datang langsung ke lokasinya. Kemudian saya bayar uang DP sekitar Rp50 juta tahun 2015 lalu. Tapi, nasib saya masih terkating-katung karena pengembang ini itu nggak ada kabar bagaimana kelanjutannya. Saya sudah memenuhi kewajiban saya untuk menyerahkan berkas, uang muka serta booking fee. Setidaknya sudah lebih dari Rp60 juta saya keluarkan,” katanya.