Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adalah salah satu kunci penggerak ekonomi di Indonesia, semakin banyak masyarakat Indonesia berinvestasi di UMKM untuk memajukan mereka maka otomatis juga akan memajukan ekonomi Indonesia. Untuk itu ada sebuah inovasi microlending untuk mewujudkan keuangan inklusif yaitu dengan platform investasi online Amartha untuk para UMKM.
Berkaitan dengan hal tersebut, Amartha sebagai pionir teknologi keuangan bagi pengusaha mikro, bekerjasama dengan CODE Margonda, komunitas penggerak startup di Indonesia, mengadakan acara diskusi panel “Inovasi Microlending untuk Mewujudkan Keuangan Inklusif” di kantor baru Amartha pada hari Selasa (29/11/2016).
Di diskusi panel ini dihadirkan beberapa pembicara yang ahli di bidangnya. Mereka adalah Junanto Herdiawan (Head of Bank Indonesia FinTech Office), Didi Diarsa (Pengusaha, penggerak UMKM, dan eks pengurus komunitas wirausaha Tangan di Atas), Vivi Alatas (Lead Economist Bank Dunia program pengentasan kemiskinan), dan Andi Taufan Garuda Putra (CEO Amartha).
Menurut Didi Diarsa, UMKM saat ini menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia agar ekonominya tetap tumbuh. “UMKM menjadi penting karena dapat mengangkat seseorang dari kemiskinan, kerentanan, dan ketimpangan” tambah Vivi Alatas dalam keterangan tertulis, Rabu (30/11/2016).
Baca Juga: Jokowi Terima 30 Pelaku UMKM di Istana Merdeka
Mendorong para UMKM di Indonesia ini adalah alasan mengapa Andi Taufan Garuda Putra mendirikan Amartha. Ia menjelaskan awalnya investasi UMKM di Amartha dimulai dari sebuah kecamatan di pelosok daerah yang belum sepenuhnya terjangkau oleh layanan bank. Amartha menyentuh masyarakat pelosok agar mereka mendapatkan akses ke modal usaha meskipun tidak memiliki rekening bank.
Amartha menyediakan opsi yang lebih terjangkau dengan bagi hasil yang kompetitif. Melalui platform peer-to-peer Amartha, dana investasi juga dijamin keamanannya dan para investor bisa langsung mengetahui siapa yang akan diberi dana seperti pengrajin bros, pengusaha keset, pembuat rengginang, dan sebagainya.
Dalam membangun Amartha, Taufan membuka pintu selebar-lebarnya untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak lain seperti kerja sama dalam membangun platform, kerja sama dengan perbankan. Yang paling penting kerja samanya bisa berdampak ke peminjam bisa mendapatkan modal dan berdampak sosial.
Mengenai teknologi finansial (fintech) semacam Amartha ini, Junanto Herdiawan mengutarakan bahwa Bank Indonesia saat ini bersinggungan dengan OJK, Kemendag, dan Kominfo untuk mengatur regulasi terkait teknologi dan keuangan. Bank Indonesia sendiri kini sedang membahas terkait perlindungan konsumen dan investor, memonitor kondisi yang berkembang saat ini, serta pasang surutnya ranah teknologi finansial.
“Fintech sendiri sudah muncul sejak tahun 2014 yang bertujuan untuk memberikan layanan ke pos-pos finansial yang masih kosong. Kepentingannya bukan cuma kapital tetapi juga keluhuran untuk mengakses masyarakat yang belum mendapat akses perbankan” tambah Junanto.
Mengenai kemiskinan dan dampak UMKM di Indonesia, Vivi Alatas mengatakan “Indonesia saat ini masih menghadapi 3K: kemiskinan, kerentanan, ketimpangan. Kerentanan terjadi karena bencana, misalnya banjir, gempa bumi, dan sebagainya. Perlu kerja sama multi sektor untuk mempercepat pemulihan dari bencana ini. Sementara ketimpangan terjadi karena unequal opportunities yang dibawa sejak lahir. Orang yang dilahirkan dari keluarga miskin – kaya, desa – kota, well educated – uneducated, tidak memiliki akses setara. Nah tugas kita memberikan akses tersebut, seperti Amartha memberikan akses pembiayaan yang sangat dapat berkembang karena pangsanya masih luas.”