Selama ini Itmamul Khuluq merasa prihatin dengan kondisi para peternak burung puyuh didesanya. Ia melihat kehidupan peternak burung puyuh di Karanggede, Boyolali, Jawa Tengah, tak berkembang. Telur burung puyuh hanya dikonsumsi sendiri maupun dijual di pasar sekitarnya.
Lewat jejaring yang dia miliki, lulusan S1 Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada ini berusaha membantu memasarkan telur puyuh tersebut.
"Dengan pengetahuan yang dimiliki, saya juga secara rutin memberi pendampingan kepada para peternak agar hasil telur burung puyuh mereka bisa maksimal," kata Itmamul dalam keterangan tertulis, Jumat (4/11/2016).
Setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu, Pria kelahiran Lamongan, Jawa Timur, 16 Januari 1986 ini mengambil telur puyuh sambil berbagi pengetahuan tentang beternak burung puyuh kepada para peternak.
Baca Juga: Erik Kristianto, Kembangkan Talenta Anak Muda Lewat Animasi
Usaha yang digelutinya sejak tahun 2012 itu kini menjadi tumpuan 90 orang peternak. Produksi telur puyuh pun meningkat. Kalau semula hanya sekitar 7.500 butir per minggu, kini naik menjadi 75.000 butir per hari.
Untuk memberi alternatif pilihan bagi konsumen, dia juga membuat telur puyuh asin.
Pemasaran telur puyuh selain di sekitar Boyolali, juga sampai ke Jakarta, Lampung dan Pontianak. Pendapatan peternak yang meningkat, diharapkan membuat tak hanya para peternak, tetapi warga di desa
itu pun tak lagi tergiur untuk merantau ke kota besar. Pendapatan minimal peternak dari telur burung puyuh sekitar Rp 1.200.000 per minggu.
"Ke depan, saya ingin membangun rumah potong unggas," tutup Itmamul.