Ini yang Harus Diwaspadai Ekonomi Indonesia di Era Donald Trump

Rabu, 16 November 2016 | 15:05 WIB
Ini yang Harus Diwaspadai Ekonomi Indonesia di Era Donald Trump
Donald Trump, presiden terpilih Amerika Serikat (AFP/Jim Watson).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Mantan Menteri Keuangan era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, Chatib Basri berpesan kepada pemerintah untuk mewaspadai beberapa kebijakan dan sentiment negatif yang akan ditimbulkan dari terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat.

Pertama, kata Chatib adalah pemangkasan tarif pajak dan meningkatkan belanja negara untuk mendorong laju perekonomian AS berjalan cepat. Hal ini akan mengerek defisit anggaran AS. Defisit ini harus dibiayai dari penerbitan obligasi atau surat utang.

"Permintaan obligasi AS yang meningkat, maka ‎tingkat bunga di AS akan naik dan tidak terhindarkan lagi karena ada kebutuhan likuiditas untuk membiayai defisitnya sehingga mendorong likuiditas kembali ke AS," kata Chatib di UOB Indonesia Economic Outlook 2017 di Grand Ballroom, Jakarta Pusar, Rabu (16/11/2016).

Kedua, Chatib memprediksikan nilai tukar rupiah akan tertekan masih akan tertekan dalam jangka menengah dan panjang. Hal ini lantaran adanya isu kenaikan suku bunga The Fed. Ia menjelaskan, kenaikan suku bunga bank sentral AS ini akan tejadi bila Trump menjalankan kebijakan memangkas tarif pajak tersebut.

Baca Juga: Menteri Keuangan Era SBY Akui Tax Amnesty Era Jokowi Berhasil

“Ini benar-benar harus diwaspadai. Kalau saya lihat, akhir Desember The Fed belum menaikan suku bunganya, tapi kalau Trump menjalankan kebijakannya memangkas pajak ini, Nilai tukar rupiah akan tertekan. Sehingga perlu perhatian khusus agar nilai tukar rupiah tidak terkerek kebawah,” katanya.

Ketiga, kebijakan soal perdagangan. Trump sejak melakukan kampanye selalu mengatakan akan melakukan proteksionis disisi perdagangan, setelah mengetahui perdagangan yang terjadi selama ini antara AS dengan banyak negara tidak adil. Kebijakan tersebut dinilai sangat berbahaya. Jika AS menjadi proteksionis, maka Cina sebagai negara pemasok barang terbesar akan kehilangan pasar. Bukan tidak mungkin kian memberi sentimen negatif bagi Indonesia dari sektor perdagangan.

“Pembeli terbesar di dunia adalah AS, Uni Eropa, dan Cina. Uni Eropa dan China punya masalah, ada perlambatan, sekarang AS juga akan menerapkan proteksi. Maka perdagangan dunia akan menurun bahkan lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi global," ungkapnya.

Namun, menurutnya, hal-hal tersebut membutuhkan waktu Sembilan bulan di era kepemimpinan Donald Trump untuk menunjukkan hasil pengelolaan ekonominya. Oleh Sebab itum pihaknya mengimbau kepada pemerintah untuk mengatur beberapa startegi agar tidak terkena dampaknya lebih dalam.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI