60 Persen Kue Pertumbuhan Ekonomi Terpusat di Pulau Jawa

Adhitya Himawan Suara.Com
Sabtu, 05 November 2016 | 14:53 WIB
60 Persen Kue Pertumbuhan Ekonomi Terpusat di Pulau Jawa
Massa melakukan kericuhan dan penjarahan di Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat (4/11/2016). [Antara/Hafidz Mubarak]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan kerusuhan di Penjaringan, Jakarta Utara, tadi malam bukan karena semata persoalan politik. Kondisi ini terjadi karena semakin parahnya tingkat kesenjangan ekonomi yang ada dalam masyarakat Indonesia.

Aksi 4 November lalu mulanya berjalan damai di sekitar istana, seluruh pihak berharap tidak terjadi kericuhan. Sangat disayangkan menjelang malam timbul aksi-aksi liar yang terjadi justru bukan di lokasi demo tapi di Penjaringan, Jakarta Utara. "Seluruh aparat, tokoh agama dan intelejen salah prediksi. Demo bukan ditunggangi ISIS, kepentingan asing atau politik pilkada, melainkan demo ditunggangi oleh kesenjangan," kata Bhima dalam keterangan resmi, Sabtu (5/11/2016).

Masalah kesenjangan lah yang memicu warga berduyun-duyun merusak dan menjarah isi minimarket. Memori di tahun 1998 nyaris kembali terulang. Keadaan nampaknya memang tidak banyak berubah sejak masa reformasi. Lihat misalnya angka kesenjangan antara si kaya dan miskin angkanya justru meningkat. 2 tahun sebelum pecahnya ledakan kerusuhan berbasis rasial pada tahun 1998 rasio gini berada diangka 0,35. Saat ini rasio gini per Maret 2016 tercatat 0,39. "Artinya kesenjangan justru makin melebar dan mengkhawatirkan," tutur Bhima.

Potret yang lebih detail bisa dilihat di Jakarta. Rasio gini Jakarta kini sebesar 0,41 tergolong tinggi dibanding daerah lainnya. Angka ini belum melihat kesenjangan pendapatan di wilayah Jakarta Utara yang jadi sumber huru-hara tanggal 4 kemarin.

Gambarannya sangat sederhana. Rumah mewah berdiri tegak di Pluit sementara itu 2 tahun terakhir banyak warga miskin yang mengalami penggusuran dan kehilangan pekerjaan. Aktivitas ekonomi yang timpang memicu kerusuhan di Penjaringan terlepas dari isu penistaan agama.

Kesenjangan memang ibarat bom waktu, terlebih perekonomian sedang mengalami kelesuan. Lapangan pekerjaan terus menyusut seiring dengan fenomena deindustrialisasi atau menurunnya porsi industri manufaktur terhadap total PDB. Saat ini porsi industri hanya dikisaran 20 persen dari total perekonomian. Jumlah perusahaan besar dan sedang juga mengalami penurunan tajam dari 25.694 di 2008 menjadi 23.744 perusahaan di 2014.

Daerah Penjaringan juga punya masalah terkait urbanisasi yang terus meningkat. Banyaknya warga pendatang ini akibat salah kelola perekonomian di daerah. Penjaringan merupakan miniatur betapa pembangunan antar wilayah masih timpang dan fokus pembangunan hanya di Jawa.

Kue pertumbuhan ekonomi sebagian besar masih berada di Jawa, porsinya kini nyaris 60 persen. Sementara itu daerah lain seperti Kalimantan Timur harus menanggung pertumbuhan negatif akibat terlalu bertumpu pada komoditas mentah seperti batu-bara, kelapa sawit dan migas.

Ketimpangan pembangunan antar wilayah jelas menjadi pra-kondisi kerusuhan di Penjaringan. Oleh karena itu jika masalahnya adalah ketimpangan tentu pendekatannya pun berbeda.

"Masalahnya Pemerintah sibuk mendudukkan perkara 4 november lalu dari kacamata politik dibandingkan bicara masalah kesenjangan. Yang jelas jika pembangunan yang tak merata masih terjadi dan keberpihakan Pemerintah terutama Pemerintah Daerah hanya kepada konglomerat, maka bom waktu kesenjangan dapat meledak kapan saja. Isu penistaan agama dan pilkada hanyalah cover untuk menutupi masalah sebenarnya, faktanya masyarakat sedang lapar!," tutup Bhima.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI