Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) menyayangkan pelecehan verbal yang dilakukan oleh Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir kepada IPP (Produsen Listrik Swasta) lokal. Hipmi menilai, ucapan tersebut tidak sepantasnya dilontarkan oleh pimpinan direksi PLN sekelas Sofyan Basir.
“Kami minta beliau menarik ucapannya. Ucapan itu membuat banyak IPP lokal tersakiti. Sakitnya itu disini. Semestinya, beliau yang kami sangat hormati, sebagai pimpinan BUMN yang sangat besar, mengayomi kami pengusaha swasta lokal. Bukannya melontarkan kalimat bernada melecehkan begitu. Kan kami juga sampaikan dengan cara baik-baik dengan membangun wacana,” ujar Ketua Umum BPP Bahlil Lahadalia dalam keterangan resmi, Selasa (1/11/2016).
Bahlil mengatakan, sebagaimana diketahui Hipmi dan sejumlah asosiasi pengusaha swasta lokal Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) dan Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) selama ini menyampaikan aspirasinya, meminta PLN merevisi dana jaminan proyek 35ribu MW sebesar 10 persen. Pasalnya, dana jaminan itu sangat memberatkan IPP lokal.
Para pengusaha lokal pun mengusulkan dengan cara yang sangat beradab dengan membuka wacana ke publik, agar aspirasi ini dapat dikaji secara transparan. Sayangnya, Dirut PLN malah menjawab dengan kata-kata yang sangat tidak enak ditelinga para pengusaha nasional dan lokal sebagaimana. Kepada salah satu harian media online nasional, Sofyan menyindir pengusaha listrik yang meminta keringanan 10 persen dana jaminan proyek pembangkit listrik dalam program 35 riu MV hanyalah pengusaha gurem. Pengusaha yang ngotot meminta keringanan dianggap Sofyan sebagai pengusaha yang tidak punya uang sama sekali.
Bahlil mengatakan, sebagai direksi PLN, semestinya Sofyan mengayomi pengusaha-pengusaha lokal dan UKM-UKM (Usaha Kecil Menengah) yang dulunya menjadi penopang ekonomi Indonesia disaat krisis. ”Di saat itu investor asing dan konglomerasi lari semua ke luar negeri. Hanya kita pengusaha lokal dan UKM-UKM dengan jiwa nasionalisme yang tinggi menopang perekonomian dan bertahan disini. Bahkan UKM-UKM dan pengusaha lokal ini yang membuat Pak Dirut sukses memimpin PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menjadi bank paling menguntungkan sedunia. Apa beliau sudah lupa dengan pengusaha lokal?” ujar Bahlil.
Oleh sebab itu, Hipmi meminta Sofyan menarik ucapannya. Bahlil mengatakan, bahkan sekelas Presiden Joko Widodo pun sangat mengayomi pengusaha-pengusaha lokal agar mampu bersaing minimal dikandang sendiri dulu. “Dalam beberapa kali pertemuan kami dengan Bapak Presiden Jokowi, beliau selalu mendorong dan memotivasi Hipmi untuk masuk ke proyek-proyek pemerintah, agar jangan semua diambil oleh asing dan BUMN. Kami heran kok pak Dirut sampai melecehkan kami sebagai pengusaha gurem, yang punya negeri ini siapa?” ucap Bahlil.
Sejalan dengan Bahlil, Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) menyesalkan ucapan Sofyan itu. “Kami kaget juga. Kami harap pak Dirut hanya salah ucap dan segera menarik ucapan itu,” ujar Sarman Simanjorang, Ketua Umum Hippi DKI Jakarta. Sarman mengatakan, pihaknya hanya menampung keluhan dari calon IPP lokal sebab persyaratan di PLN sangat memberatkan sebesar 10 persen dari nilai investasi.
Sebelumnya, Ketua Bidang Energi BPP Hipmi Andhika Anindyaguna mengatakan, kebijakan PLN ini dengan sendirinya sangat ramah kepada IPP asing bermodal besar, sekaligus menyingkirkan peran IPP lokal dan daerah. “Kalau begini caranya, ya IPP lokal hanya akan jadi penonton di daerahnya masing-masing. Tidak ada benefid proyek infrastruktur ini bagi pengusaha daerah dan lokal,” ujar Andhika.
Padahal, kata dia, dalam berbagai kesempatan, BPP Hipmi mendorong anggotanya agar dapat berpartisipasi dalam proyek 35ribu MW, sebab proyek ini merupakan yang dijamin oleh pemerintah dan dioperasikan oleh BUMN yang disubsidi oleh APBN dari pajak. Andhika mengingatkan, dana yang akan dipakai oleh PLN dalam membeli listrik dari IPP nantinya sebagian dari subsidi negara dan konsumen listrik masyarakat. “Sebab itu, sudah sepantasnya kalau pengusaha lokal dibukakan peluang dengan tidak mempersulit akses memperoleh kesempatan masuk dalam proyek ini,” tegas Andhika.
PLN menyatakan, aturan 10% tersebut untuk mengukur kesungguhan pengembang listrik swasta. Apalagi, sebelum ada aturan ini banyak proyek PLN mangkrak. Alhasil, banyak proyek yang harus dijual dan memakan waktu lama. Namun Andhika mengingatkan, maraknya proyek mangkrak tersebut bukan karena minimnya kemampuan finansial IPP. Hal ini terjadi sebab minimnya pendampingan dari PLN sendiri. “Kenapa banyak mangkrak, ini bukan karena IPPnya tidak bonafid. Sebab faktanya, banyak investor kakap juga mangkrak dan dia hengkang. Jadi, ini karena masalah-masalah yang diluar kemampuan IPP. Misalnya karena regulasi yang berbelit, masalah lahan, kontrak dengan PLN. Ini tidak ada kaitannya dengan kemampuan finansial perusahaan,” pungkas dia.
Andhika menambahkan, dengan adanya penjaminan ini justru ke depan akan mempersulit pengelolaan arus kas perusahaan-perusahaan IPP sebab selama bertahun-tahun dana 10% persen itu akan mubasir dan tak akan terpakai, sementara proyek yang digarap sangat padat modal. “Kan PLN sudah memegang track record IPP, buat apa lagi diwajibkan dengan dana jaminan,” pungkas Andhika.
Andhika mengungkapkan, dalam beberapa kali pertemuan dengan Presiden, Hipmi telah menyampaikan aspirasi ini. Presiden Joko Widodo sangat mendukung peran pengusaha lokal dan daerah dalam berbagai proyek infrastruktur yang diluncurkan oleh pemerintah, termasuk proyek 35ribu MW. Namun sebelumnya I Made Suprateka, Kepala Unit Komunikasi Perusahaan PLN, menyatakan PLN tidak akan membedakan aturan, baik untuk lokal maupun asing. Jadi, tidak ada diskriminasi, agar menjaga persaingan sehat. Maklum, investor asing dan lokal yang masuk menjadi investor listrik sudah berhitung dengan segala pertimbangan.