Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan, hingga saat ini penggunaan energi panas bumi di Indonesia masih sangat minim. Padahal Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan Energi Baru Terbarukann (EBT), salah satunya adalah panas bumi.
"Mungkin baru sekitar lima persen. Makanya masyarakat hingga saat ini masih sangat bergantung dengan energi fosil yang semakin menipis," kata Agus di gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (24/10/2016).
Agus menjelaskan, sedikitnya ada enam tantangan dalam mengembangkan energi panas bumi di Indonesia.
Pertama terkait dengan pembiayaan dan investasi proyek. "Kenapa demikian,karena, pengembangan energi panas bumi memerlukan biaya dimuka yang tinggi dan memakan waktu lama untuk mengembangkan, terutama dalam tahap eksplorasi," kata Agus.
Kedua, mekanisme pengelolaan wilayah panas bumi juga dipandang sebagai tantangan karena masih ada sejumlah tempat yang pembangunannya tersendat atau mangkrak.
Ketiga, jual beli listrik dari panas bumi, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) wajib membeli listrik dan uap dari energi tersebut. "Tetapi, harga jual sering bermasalah karena tidak ada titik temu antara PLN dan pengembang," katanya.
Keempat, jeleknya koordinasi. Pengembangan energi panas bumi memerlukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk mengatasi isu sosial dan memberi tahu masyarakat mengenai manfaat proyek tersebut.
Kelima, tantangan dalam pengadaan lahan dan lingkungan.
Keenam, tantangan dalam hal penelitian mengenai pengembangan energi sumber daya baru tersebut.