Pembentukan holding Badan Usaha Milik Dunia (BUMN) menjadi sesuatu yang harus dilakukan karena bukan hanya menyangkut efiensi dan akumulasi modal, tapi agar BUMN Indonesia bisa bersaing di tingkat dunia.
Hal itu disampaikan Fahmi Radhi, Pengamat Energi dari Universitas Gajah Mada. “Pasti holding BUMN nantinya bisa diarahkan agar memiliki keunggulan sehingga bisa bersaing menjadi pemain dunia, misal Pertamina jadi pemimpin holding energi maka pertamina harus menjadi pemain dunia,” ungkap Fahmi dalam keterangan tertulis, Minggu (23/10/2016).
Sebelumnya Komisi VI DPR memperingatkan Menteri BUMN Rini Soemarno untuk tidak gegabah membentuk enam holding BUMN tanpa persetujuan DPR. Bila holding BUMN tetap dilakukan, Komisi VI menjamin akan ada masalah besar yang muncul sebagai konsekuensinya.
Menteri BUMN memang kini sedang melakukan road map pembentukan super holding. Enam sektor holding yang sedang digarap adalah sektor migas, tambang, keuangan, jalan tol, perumahan serta konstruksi. Holding BUMN adalah integerasi BUMN dengan usaha sejenis, dimana BUMN yang paling kuat berpeluang menjadi pengelola.
Adapun tujuan lain dari holding tersebut, agar BUMN-BUMN yang kerap merugi bisa dikelola lebih profesional oleh BUMN yang kuat sehingga tidak melulu membebani keuangan negara atau APBN.
Meski demikian, kata Fahmi, pembentukan holding harus disertai konsep yang jelas, jangan sampai ada agenda lain yang memberikan keuntungan pihak-pihak tertentu.
Sedang prosesnya harus diawali dengan integrasi atau bisa juga merger antara BUMN sejenis. Baru terbentuk holding. Fahmi mengakui bahwa holding energi adalah yang paling siap diwujudkan, kemudian holding BUMN pangan dan perbankan.
Penunjukan holding bisa dilakukan dengan dua cara, bisa tujuk langsung misal menunjuk Pertamina karena pengalamannya, bisa juga membentuk perusahaan baru dimana Pertamina ada di bawahnya. “Namun penunjukan Pertamina bisa menjadi pilihan pertama karena Pertamina sudah dikenal sebagai national oil company yang mewakili Indonesia, “
Jika holding BUMN sudah terbentuk, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah perencanaan atau corporate planning, melakukan control dan pastinya koordinasi perusahaan-perusahaan yang di bawahnya.
Bagi Fahmi, pengakuan Menteri BUMN Rini Soemarno bahwa pembentukan holding akan meniru apa yang telah dilakukan di Malaysia dan Singapura bukan masalah. “Pasti tidak plek, apalagi karakteristik di sini berbeda dengan dua negara tersebut. Indonesia sudah terlalu banyak BUMN jadi agak lebih sulit. Namun upaya pembentukan holding menjadi satu kebutuhan mendesak bagi perbaikan BUMN,” ujar Fahmi.
Lalu siapa yang akan mengendalikan super holding-super holding tersebut? Jika di Singapura dan Malaysia di bawah Perdana Menteri (PM), di Indonesia cukup di bawah menteri BUMN. Bisa juga, menurut Fahmi akan Dirut dari Super Holding yang jabatannya bisa setingkat menteri.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Asman Natawijaya di Gedung DPR Jakarta, Kamis (20/10/2016), mengatakan bahwa hingga saat ini , Komisi VI DPR belum pernah diajak bicara tentang rencana pembentukan enam holding BUMN oleh Kementerian BUMN. Bahkan kabar soal holding hanya didapatkan Komisi VI dari pemberitaan media.
Seharusnya tutur Azam, rencana holding BUMN harus dibicarakan dengan Komisi VI yang membidangi BUMN. Apalagi, holding bisa mengubah komposisi saham di dalam perusahaan-perusahaan BUMN. Azam mengingatkan pentingnya pengawasan terkait pembentkan super holding BUMN.