Sementara di Indonesia, industri migas masih memiliki daya tahan yang tinggi di tengah rendahnya harga minyak dunia. Kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas menjalankan strategi efisiensi dan diharapkan dapat menurunkan biaya produksi yang saat ini mencapai 25 Dolar AS per barel. Kemudian fokus pada blok migas yang menguntungkan dan menunda rencana produksi blok migas berbiaya tinggi, terutama di kawasan lepas pantai (offshore). Di sisi lain, efisiensi menekan margin perusahaan jasa kontraktor dan dan kapal penunjang lepas pantai karena menurunnya kontrak.
Namun tantangan terbesar yang dihadapi industri berasal dari ketidakpastian politik dan kebijakan. Di sisi lain, pemerintah masih lambat melakukan reformasi tata kelola migas. Dalam situasi saat ini, dukungan pemerintah sangat dibutuhkan. Persoalannya, upaya pemerintah melakukan pembenahan pun belum optimal mendorong produksi migas nasional.
“Harga minyak memang hambatan, tapi lambatnya pelaksanaan kebijakan dan reformasi energi merupakan risiko utama industri migas Indonesia di masa mendatang,” tutup William Simadiputra.