Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) menyayangkan sikap PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang tidak mau merevisi setoran dana jaminan proyek pembangkit listrik sebesar 10 Persen. Beratnya dana jaminan ini dinilai hanya akan melapangkan jalan bagi investor asing di proyek 35 ribu MW. “Di sisi lain, besarnya dana jaminan ini menghambat peran pengusaha lokal,” ujar Ketua Bidang Energi BPP Hipmi Andhika Anindyaguna di Jakarta, Sabtu (22/10/2016).
Sebagaimana diketahui, PLN sebelumnya berjanji akan mengubah aturan main dana jaminan, diturunkan dari sebelumnya sebesar 10 persen. Namun belakangan, PLN berubah sikap lagi dengan tidak akan mengubah setoran dana jaminan proyek pembangkit listrik sebesar 10 persen dari nilai investasi bagi investor.
Andhika mengatakan, kebijakan PLN ini dengan sendirinya sangat ramah kepada IPP (independent power producer/IPP) asing bermodal besar, sekaligus menyingkirkan peran IPP lokal dan daerah. “Kalau begini caranya, ya IPP lokal hanya akan jadi penonton di daerahnya masing-masing. Tidak ada benefid proyek infrastruktur ini bagi pengusaha daerah dan lokal,” ujar Andhika.
Padahal, kata dia, dalam berbagai kesempatan, BPP Hipmi mendorong anggotanya agar dapat berpartisipasi dalam proyek 35ribu MW, sebab proyek ini merupakan yang dijamin oleh pemerintah dan dioperasikan oleh BUMN yang disubsidi oleh APBN dari pajak. Andhika mengingatkan, dana yang akan dipakai oleh PLN dalam membeli listrik dari IPP nantinya sebagian dari subsidi negara dan konsumen listrik masyarakat. “Sebab itu, sudah sepantasnya kalau pengusaha lokal dibukakan peluang dengan tidak mempersulit akses memperoleh kesempatan masuk dalam proyek ini,” tegas Andhika.
PLN menyatakan, aturan 10 persen tersebut untuk mengukur kesungguhan pengembang listrik swasta. Apalagi, sebelum ada aturan ini banyak proyek PLN mangkrak. Alhasil, banyak proyek yang harus dijual dan memakan waktu lama.
Namun Andhika mengingatkan, maraknya proyek mangkrak tersebut bukan karena minimnya kemampuan finansial IPP. Hal ini terjadi sebab minimnya pendampingan dari PLN sendiri. “Kenapa banyak mangkrak, ini bukan karena IPPnya tidak bonafid. Sebab faktanya, banyak investor kakap juga mangkrak dan dia hengkang. Jadi, ini karena masalah-masalah yang diluar kemampuan IPP. Misalnya karena regulasi yang berbelit, masalah lahan, kontrak dengan PLN. Ini tidak ada kaitannya dengan kemampuan finansial perusahaan,” pungkas dia.
Andhika menambahkan, dengan adanya penjaminan ini justru ke depan akan mempersulit pengelolaan arus kas perusahaan-perusahaan IPP sebab selama bertahun-tahun dana 10% persen itu akan mubasir dan tak akan terpakai, sementara proyek yang digarap sangat padat modal. “Kan PLN sudah memegang track record IPP, buat apa lagi diwajibkan dengan dana jaminan,” pungkas Andhika.
Andhika mengungkapkan, dalam beberapa kali pertemuan dengan Presiden, Hipmi telah menyampaikan aspirasi ini. Presiden Joko Widodo sangat mendukung peran pengusaha lokal dan daerah dalam berbagai proyek infrastruktur yang diluncurkan oleh pemerintah, termasuk proyek 35ribu MW. Namun sebelumnya I Made Suprateka, Kepala Unit Komunikasi Perusahaan PLN, menyatakan PLN tidak akan membedakan aturan, baik untuk lokal maupun asing. Jadi, tidak ada diskriminasi, agar menjaga persaingan sehat. Maklum, investor asing dan lokal yang masuk menjadi investor listrik sudah berhitung dengan segala pertimbangan