Anggota Komisi VII DPR RI, Satya Yudha, menghargai pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru Ignasius Jonan yang memastikan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas. Hal itu disampaikan Jonan dalam rapat kerja (raker) dengan komisi VII yang diikutinya.
Menurut Satya, revisi RUU Migas memang masih dibahas di Komisi VII, masih jadi masalah internal. “Tunggu sampai nanti sinkronisasi, mungkin Desember sampai Baleg (Badan Legislasi DPR) kalau sudah sampai Baleg berarti semua fraksi sudah sepakat. Dari baleg dibawa ke paripurna, Januari bisa diketok, baru dibentuk panja atau pansus. Bisa mulai diskusi dengan pemerintah,” ungkap Satya ketika dihubungi, Jumat (21/10/2016).
Satya menyebut, jika selama ini banyak pendapat soal posisi revisi RUU Migas, itu dipastikan bukan pendapat komisi VII, tapi mungkin pendapat fraksi atau pribadi. Ini karena memang komisi yang ia ikuti belum memberikan pernyataan resmi. “Pemerintah boleh saja menyatakan sudah ada draft revisi RUU Migas, namun belum tentu disetujui oleh DPR karena posisi DPR belum satu.
Selain itu, pembahasan RUU Migas nanti, belum tentu hanya dilakukan komisi VII tapi juga bisa dari komisi lain yang berhubungan dengan migas misal karena migas kan berhubungan dengan infrastruktur, kehutanan dan lainnya jadi bisa saja gabungan dari beberapa komisi,” katanya. “Jadi pembahasan resmi RUU migas itu tergantung Baleg DPR di mana ada dua mekanisme jika mekanisme pansus bukan hanya komisi VII saja tapi komisi lain yg berkaitan bisa ikut, kalau mekanisme panja yang membahas komisi VII. Dan mekanisme itu belum dipilih sekarang ini.”
Seperti diketahui, di hadapan Komisi VII, menteri Jonan mengatakan bahwa jika draf revisi RUU Migas dan Minerba sudah sampai di tangan DPR, maka pasti akan diberitahukan kepada Presiden. Setelah itu, Presiden akan memberikan mandatnya kepada Kementerian ESDM.
Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan menyatakan akan memprioritaskan revisi UU Migas lebih dulu. Alasannya pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah baru yang merupakan turunan dari UU tersebut. "Kita lebih di migas karena pemerintah tengah melakukan kajian untuk menerbitkan PP," ujar Gus Irawan .
Menurut Gus Irawan, semua pembahasan revisi UU di sektor energi memang mengalami keterlambatan. Pasalnya keduanya harus melalui proses yang panjang. "Revisi migas dan dan minerba tertunda. Karena prosesnya panjang," kata Gus Irawan.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi PKB Syaikhul Islam Ali setuju bahwa UU Migas mendesak diselesaikan. Menurut dia, melalui UU Migas baru diharapkan lahir BUMN, yang memegang hak pengusahaan migas secara penuh."Kami berharap BUMN itu adalah Pertamina," ujar dia.(