Industri komponen otomotif di dalam negeri mulai bertransformasi menjadi tulang punggung industri komponen kedirgantaraan internasional. Industri komponen nasional saat ini sebagian besar mampu mengolah bahan baku berbasis logam, karet dan plastik dengan tingkat presisi yang cukup tinggi dan didukung oleh teknologi canggih.
“Kami akan mendorong industri komponen otomotif kita menjadi vendor di global value chain industri komponenaircraft,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai menyaksikan penandatanganan MoU antara Indonesia Aircraft Component Manufacturer Association (INACOM) dengan Asosiasi Industri Komponen Pesawat Terbang BavAIRia di Jakarta, Selasa (18/10/2016).
MoU ditandatangani oleh Presiden INACOM Andi Alisjahbana dan CEO Aerospace Cluster, bavAIRia e.V Peter Schwarz. Bersama Menperin, turut menyaksikan Wakil Menteri Hubungan Ekonomi dan Media, Energi dan Teknologi Bavaria, Franz Josef Pschierer serta Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan.
Kerja sama ini untuk saling mendukung pengembangan dan penguatan industri komponen penerbangan kedua negara. “Isi MoU, antara lain meliputi kerja sama pertukaran di bidang informasi, teknologi, dan promosi industri komponen kedua pihak,” ujar Airlangga. MoU akan berlaku selama lima tahun sejak ditandatangani.
Menperin juga mengharapkan, kesepakatan bilateral tersebut, akan mendorong industri komponen dalam negeri dapat lebih berdaya saing di tingkat global dan akan banyak dilibatkan pada proyek yang dijalankan BavAIRia. “Di Bavaria, cukup banyak industri kecil dan menengah di sektor komponen yang menjadi vendor Airbus dan Eurocopter,” tutur Airlangga.
Sementara itu, kepada pemerintah Bavaria, Airlangga meminta agar dapat dibangun kerja sama yang saling menguntungkan bagi kedua negara. Apalagi, Indonesia tengah didorong menjadi bagian penting dari rantai pasok dalam pembuatan komponen maupun desain teknik industri pesawat internasional seperti Airbus dan Boeing.
“Apalagi, Indonesia saat ini memiliki daya saing yang cukup tinggi, yaitu kemampuan engineering dan upah tenaga kerja yang lebih kompetitif sehingga pembuatan komponen lebih efisien,” ujarnya. Selain itu, pemerintah Jerman khususnya Bavaria diharapkan juga dapat membantu Indonesia dalam meyakinkan Airbus untuk membuka pusat teknisinya di Indonesia.
“Dukungan lainnya, agar industri kedirgantaraan di Indonesia mendapatkan sertifikasi khususnya dariEuropean Aviation Safety Agency (EASA),” ungkapnya. Diharapkan juga, kedua negara dapat meningkatkan kerja sama dalam bidang desain, riset dan pengembangan, produksi, serta sumber daya manusia guna mendorong pengembangan industri pesawat.
Industri penerbangan tumbuh
Pada kesempatan yang sama, Airlangga juga menjelaskan, industri penerbangan dalam negeri terus berkembang dan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini diindikasikan dengan kenaikan jumlah lalu lintas udara, baik penumpang maupun untuk arus barang.
“Pertumbuhan jumlah penumpang udara domestik meningkat rata-rata 15 persen per tahun selama 10 tahun terakhir, sedangkan jumlah penumpang udara internasional hingga naik sekitar 8 persen dan Indonesia adalah merupakan negara terbesar ke-3 di Asia dalam pembelian pesawat udara setelah China dan India,” paparnya.
Saat ini, lanjut Airlangga, Indonesia telah memiliki infrastruktur dalam rangka pengembangan industri kedirgantaraan, diantaranya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bersama PT. Dirgantara Indonesia (DI) sedang mengembangkan pesawat jenis N219, yaitu pesawat berpenumpang 19 orang yang selanjutnya akan terus dikembangkan pesawat jenis N245 dan pesawat N270.
“PT. DI sebagai BUMN sampai saat ini telah memproduksi beberapa jenis pesawat berbasis propeler dan beberapa jenis helikopter yang merupakan join produksi dengan Bell Helicopter dan Eurocopter,” ungkapnya. Sedangkan, di sektor swasta, PT. Regio Aviasi Industri juga sedang mengembangkan pesawat R80, yaitu pesawat berpenumpang 80-90 orang yang diinisiasi oleh B.J. Habibie.
Sementara itu, Putu menyampaikan, Kementerian Perindustrian terus berupaya mewujudkan kemandirian industri kedirgantaraan nasional. Fasilitasi yang telah dilakukan, antara lain terbentuknya Asosiasi Industri Pesawat dan Komponen Pesawat atau Indonesia Aircraft and Component Manufacturer Association (INACOM) yang anggotanya terdiri dari berbagai industri berbasis logam, karet, plastik, serta lembaga riset dan konsultan bidang kedirgantaraan.
Di sisi lain, Putu mengatakan, potensi pasar dalam negeri untuk industri jasa perawatan dan perbaikanpesawat atau Maintenance Repair and Overhaul (MRO) nasional cukup besar. Pada tahun 2014, potensi tersebutmencapai 1 miliar Dolar Amerika Serikat (AS) dan diprediksikan naik sebesar 2 miliar Dolar AS pada tahun 2019. “Melihat besarnyaperkembangan dan pertumbuhan industri penerbangan di Indonesia, itu akan membuka peluang bagitumbuhnya industri pesawat udara, komponen pesawat dan MRO di Indonesia,” ungkapnya.