Pelarangan Ekspor Mineral Penting untuk Selamatkan SDA

Adhitya Himawan Suara.Com
Rabu, 19 Oktober 2016 | 17:16 WIB
Pelarangan Ekspor Mineral Penting untuk Selamatkan SDA
Fasilitas dan sarana pertambangan bauksit milik Harita Group di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Peneliti pada Alpha Research Database Indonesia, Ferdy Hasiman mengatakan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana melakukan relaksasi ekspor untuk beberapa jenis mineral seperti tembaga. Sementara mineral sejenis nikel dan bauksit tidak direlaksasi.

Relaksasi tembaga masuk akal, mengingat Indonesia bukan penentu harga tembaga di pasar global. Produksi biji tembaga dari kontrak karya dan izin usaha pertambangan (IUP) tahun 2014 hanya 142.128.025 ton. Jika smelter beroperasi 100 persen, diperkirakan cadangan tembaga akan habis pada tahun 2042. Beda halnya dengan bauksit dan nikel. Dua jenis mineral ini mampu memengaruhi harga pasar dunia. Cadangan nikel Indonesia masih sangat besar. Produksi biji nikel mencapai 46.498.062 ton tahun 2013. Jika smelter mengoperasikan 100 persen, diperkirakan cadangan nikel akan habis tahun 2126.

"Meskipun demikian, kebijakan relaksasi bukan cerita baik untuk industri pertambangan. Selama ini, paradigma pertambangan kita tumbuh secara ekstraktif. Bahan tambang dikeruk dalam bentuk mentah diekspor dengan harga murah ke negara-negara maju. Ekonomi ekstraktif menggerus sampai habis bahan tambang. Kebijakan pelarangan ekspor mineral menjadi strategis untuk menyelamatkan eksplorasi sumber daya alam berlebihan," kata Ferdy dalam keterangan tertulis, Rabu (19/10/2016).

Sejak 12 Januari 2014, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor. Larangan ekspor mineral mentah itu adalah amanat Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Pertambangan (Minerba). UU Minerba mewajibkan semua perusahaan tambang membangun smelter agar memiliki dampak pengganda (multiplier-effect)bagi pembangunan. Pembangunan smelterdapat meningkatkan nilai tambah bahan tambang bagi pembangunan.

Namun, sampai sekarang baru 30 persen perusahaan yang sudah membangun smelter. Jumlah fasilitas smelter yang sedang dibangun baru 71 smelter; 35 pabrik nikel, 6 pabrik bauksit, 8 pabrik besi, 3 pabrik mangan, 11 pabrik zircon, 4 pabrik seng, dan 4 pabrik zeolite. Krisis global dan kejatuhan harga komoditas tambang ikut andil dalam pelambatan pembangunan proyek smelter. "Pertanyaannya adalah siapa yang diuntungkan dari kebijakan relaksasi mineral ini?," ujar Ferdy.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI