Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menyoroti penerimaan negara dari sektor pajak dan bea cukai. Menurutnya, bea cukai mengalami perbedaan realisasi dibanding tahun lalu, dimana tahun lalu sampai September sebesar 88,9. Sementara di tahun 2016 sebesar 78 persen.
"Ini harus menjadi concern, harus dicari penyebab utamanya," kata Misbakhun pada rapat kerja Komisi XI DPR dan Menteri Keuangan di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (12/10/2016) malam.
Misbkahun menuturkan dirinya tadi pagi diskusi bersama para stakeholders mengenai penerimaan cukai. Dan wacana penambahan barang kena cukai seperti cukai plastik, minuman berpemanis kerapkali mengemuka di komisi XI. Mengingat hingga saat ini pemerintah hanya mengenakan cukai pada tiga sektor, yakni hasil tembakau, etil alkohol, dan minuman mengandung etil alkohol.
Menurutnya, jika pemerintah ingin mengenakan obyek cukai baru jangan satu-satu. Pasalnya, banyak obyek baru yang bisa dikenakan cukai, seperti minuman berpemanis, ban, fuel sources. Sehingga kalau isunya banyak, pemerintah akan menghadapi isu yang sama di satu sektor, yaitu penambahan objek cukai baru.
"Ini penting, isunya satu tapi pemerintah dapatnya banyak, tinggal nanti ke depan manajemennya bagaimana sistem administrasi di bea cukai," ujarnya.
Mengenai penerimaan pajak, menurut Misbakhun perlu ada relaksasi, intensifikasi untuk pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan, sehingga di sisa waktu yang ada bisa dilakukan optimalisasi penerimaan pajak dari sisi penerimaan yang reguler.
"Pemerintah perlu melakukan ekstra effort agar penerimaan pajak sebagaimana target bisa optimal," katanya.