Peneliti Pusat Kajian Ekonomi Politik Universitas Bung Karno, Salamuddin Daeng menuduh di saat Pemerintahan Jokowi tengah berburu dana repatriasi dari program Tax Amnesty, pada saat yang sama sebuah kebohongan besar yang lain tengah berlangsung.
"Pemerintah berburu utang luar negeri untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2016 dan melakukan kebohongan kepada publik tentang besarnya defisit," kata Salamuddin dalam keterangan tertulis, Rabu (12/10/2016).
Menurut data publikasi Kementrian Keuangan (Kemenkeu) defisit ditetapkan 2,7 persen dari Gross Domestic Product (GDP), dimana batas maksimumnya adalah 3 persen GDP atau sebesar Rp296,7 triliun. Dengan demikian pemerintah hanya boleh berhutang sebesar defisit yang ditetapkan dalam APBN tersebut. (buka link :https://www.kemenkeu.go.id/en)
Namum faktanya sejak januari 2016 sampai dengan Juni 2016 Pemerintah Jokowi telah mencetak utang luar negeri pemerintah sebesar 16,089 miliar Dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp217,2 triliun. "Ini baru separuh tahun berjalan loh, bagaimana akhir tahun?," ucap Salamuddin.
Ditambah lagi sejak Januari sampai dengan September tahun 2016 Pemerintahan Jokowi telah mencetak Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp186 triliun. "Ini juga kuartal III 2016. Bagaimana di akhir tahun?," jelas Salamuddin. (Buka Link :https://www.bi.go.id/id/statistik/seki/terkini/eksternal/Contents/Default.aspx)
Dengan demikian, menurut Salamuddin, hingga hari ini pemerintahan Jokowi telah menambah utang pemerintah sebesar Rp403,202 triliun. Jumlah ini sudah melebihi target defisit yang ditetapkan dalam APBN 2016. Dengan demikian berarti pemerintah telah melanggar UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 12 yang menetapkan batas defisit maksimum 3 persen PDB, atau pemerintah hanya boleh menambah utang Rp328,8 triliun.
Atas dasar itu, ia menuduh pemerintahan Jokowi sudah layak diturunkan karena dua alasan: Pertama melakukan perburuan uang haram (uang narkoba, prostitusi, hasil cuci uang, hasil korupsi, dan bisnis ilegal lainnya) memalui Tax amnesty sebagaimana ditulis sebuah koran terkemuka di dunia The Economist yang menyatakan bahwa Indonesia Tax amnesties: Making crime pay.
"Kedua, Pemerintahan Jokowi juga telah melakukan kebohongan publik terkait defisit APBN dan utang pemerintah," tutup Salamuddin.