Kebijakan Plt Menteri ESDM Luhut Dikritik Makin Ngawur

Adhitya Himawan Suara.Com
Rabu, 12 Oktober 2016 | 16:00 WIB
Kebijakan Plt Menteri ESDM Luhut Dikritik Makin Ngawur
Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan saat ditemui di gedung BPPT, Jakarta Pusat, Senin (15/8/2016). [Suara.com/Dwi Bowo Raharjo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean mengkritik  kebijakan Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan semakin hari semakin ngawur dan sangat tidak memiliki cita rasa kebangsaan. Hampir 2 bulan Luhut Binsar Panjaitan sebagai PLT Menteri ESDM pasca Archandra Tahar yang warga negara Amerika diberhentikan dari posisinya oleh Presiden Jokowi. Namun entah apa alasannya hingga sekarang Presiden Jokowi belum memutuskan dan melantik menteri ESDM yang baru.

"Apakah bangsa ini sudah tidak punya putra putri yang mampu jadi menteri ESDM atau Presiden tersandera dan ditekan oleh kekuatan tertentu hingga tidak berdaulat menentukan menterinya? Tidak ada yang tahu secara pasti. Hanya Presiden Jokowi yang tahu jawabannya," kata Ferdinand dalam keterangan tertulis, Rabu (12/10/2016).

Ferdinand mengingatkan bahwa saat ini kebutuhan bangsa sangat besar dengan sosok Menteri ESDM yang baru. Kebijakan yang berpihak pada bangsa sangat diperlukan sekarang mengingat sektor ini penuh masalah yang belum terselesaikan dan sektor ini mengelola Sumber Daya Alam yang nilainya puluhan ribu trilliun. "Tidak etis jabatan Menteri ESDM dikendalikan seorang Plt terlalu lama kecuali Presiden menganggap sektor ini tidak penting. Tapi sangat tidak mungkin Presiden menganggab sektor ESDM tidak penting mengingat sektor ini adalah salah satu urat nadi perekonomian bangsa," ujar Ferdinand.

Ia menambahkan selama 2 bulan Luhut Binsar Panjaitan menjadi Plt menteri ESDM, terlalu banyak kebijakannya yang liberal. Beberapa kebijakannya yang dikritik liberal antara lain: Pertama, pernyataan supaya PLN tidak beli murah batu bara. Menurutnya, semua pihak telah mengetahui bahwa Luhut juga berbisnis batubara, jadi kebijakan ini cenderung konflik interest. Kedua, tentang kebijakan hilir Bahan Bakar Minyak (BBM) yang ingin dibuka bebas tanpa adanya upaya perlindungan kepada Pertamina. "Silahkan buka persaingan dengan azas kesamaan, asing jangan cuma main dikota besar, tapi wajib main diseluruh Indonesia hingga ke pelosok supaya adil dalam persaingan," jelas Ferdinand.

Ketiga, kebijakan campuran FAME 30 persen ke BBM Solar. Ini hanya menguntungkan pengusaha sawit saja dan merugikan Pertamina. Keempat, relaxasi ekspor konsentrat atau raw material yang dilarang UU Minerba. Ini cuma untungkan pengusaha dan merugikan negara. Kelima, upaya penghapusan pajak explorasi minyak, akan mengurangi pendapatan negara. Keenam, upaya impor gas dari luar untuk turunkan harga gas. "Kalau cuma bisa keluarkan kebijakan impor, anak kecil juga bisa. Menyelesaikan masalah harga gas bukan dengan impor. Produksi gas kita saja tidak terserap semua, kenapa malah mau impor gas? Ini kebijakan sangat dibawah standar seorang menteri," tutur Ferdinand.

Melihat hal tersebut diatas, ditambah permasalahan listrik 35 ribu Megawatt (MW) yang hingga sekarang tidak menunjukkan kemajuan dan bahkan berpotensi akan merugikan bangsa kedepan karena tidak mampu diurus Luhut. Ia mencontohkan transmisi dari Unggaran ke Mandirancan yang tidak jelas progresnya melahirkan ancaman denda trilliunan rupiah perbulan pada akhir 2018. "Hal ini perlu penangan serius dan tidak ditangani oleh orang yang besar konflik interestnya," ucap Ferdinand.

"Kami EWI, meminta dengan hormat kepada Presiden untuk segera melantik Menteri ESDM yang baru. Bangsa ini punya banyak putra putri yang mampu. Ada Milton Pakpahan Doktor Energi, ada Satya Yudha yang sudah kawakan disektor ini, ada Kurtubi yang nasionalis, ada Wawan gubernur OPEC Indonesia, ada Wiratmadja Pudja dirjen Migas dan ada banyak yang layak sehingga presiden tidak perlu berlama lama untuk menentukan menteri ESDM definitif," tutup Ferdinand.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI