Gerakan Buruh Jakarta (GBJ) mendesak Gubernur DKI Jakarta untuk menetapkan Upah Minimum Propinsi (UMP) tahun 2017 berdasarkan hasil survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tahun 2016. Dasar tuntutan GBJ adalah Undang Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu Pasal 88 ayat (4) yang menyatakan bahwa “Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi”. Dalam Pasal 89 ayat (1) dinyatakan bahwa “Upah minimum diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak” dan ayat (2) menyatakan “Upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota”. Gubernur termasuk Bupati/Walikota dalam menetapkan upah minimum sesungguhnya tidak harus melaksanakan Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan karena nyata-nyata bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu UU No.13/2003.
Hal ini diungkapkan oleh Mirah Sumirat, SE, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, sebagai salah satu juru bicara Presidium GBJ, dalam konferensi pers GBJ di Gedung Wisma ANTARA Jakarta Pusat hari ini (Senin, 10/10/2016).
Mirah Sumirat yang juga Wakil Ketua Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional dari unsur serikat pekerja, meminta kepada Gubernur DKI Jakarta untuk memerintahkan Dewan Pengupahan Propinsi DKI Jakarta untuk melakukan survey Kebutuhan Hidup Layak sesuai UU 13/2003, sebagai dasar perhitungan Upah Minimum Propinsi tahun 2017.
Berdasarkan hasil survey independen yang dilakukan oleh ASPEK Indonesia dan FSP LEM SPSI DKI Jakarta, di 7 pasar tradisional dan 2 pasar modern di Jakarta, diperoleh nilai Kebutuhan Hidup Layak DKI Jakarta tahun 2016 adalah sebesar Rp. 3.491.607,- Survey independen dilakukan pada bulan September 2016, di Pasar Cempaka Putih, Gondangdia, Jatinegara, Cengkareng, Santa, Sunter, Koja serta Hero Kemang dan Carefour Buaran, merujuk pada 60 komponen KHL berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.13 tahun 2012.
"Berdasarkan nilai KHL September 2016 sebesar Rp.3.491.607,- serta mempertimbangkan target inflasi tahun 2017 (PermenKeu No. 93/PMK.011/2014 sebesar 4 % , inflasi DKI Jakarta sebesar 2,40%, inflasi Nasional sebesar 3,07%, serta pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta sebesar 5,74% dan pertumbuhan ekonomi Nasional sebesar 5,04%, maka Upah Minimum Propinsi DKI Jakarta untuk tahun 2017 minimal sebesar Rp. 3.831.690," kata Mirah.
Yulianto, Ketua DPD FSP Logam Elektronik & Mesin SPSI DKI Jakarta (FSP LEM SPSI DKI Jakarta), yang juga salah satu juru bicara Presidium GBJ, menginformasikan bahwa hingga bulan Oktober 2016 Dewan Pengupahan Propinsi DKI Jakarta belum melakukan survey Kebutuhan Hidup Layak sesuai yang diamanatkan UU 13/2003. Yulianto menegaskan, survey independen yang dilakukan oleh ASPEK Indonesia dan FSP LEM SPSI DKI Jakarta adalah survey yang riil dan dapat dipertanggungjawabkan. "GBJ siap mempresentasikan hasil survey tersebut di hadapan Gubernur DKI Jakarta," ujar Yulianto.
Sehubungan dengan rencana Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta yang pada hari Rabu (12/10/2016), akan memaksakan Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta untuk mengeluarkan rekomendasi penetapan Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017, tanpa melalui survey Kebutuhan Hidup Layak, maka GBJ menuntut kepada Gubernur DKI Jakarta untuk mencopot Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta.
Selain persoalan survey KHL 2016 dan UMP 2017, Yulianto juga mengingatkan terkait Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMSP) yang juga seharusnya direkomendasikan oleh Dewan Pengupahan Propinsi kepada Gubernur Propinsi DKI Jakarta. Namun hingga saat ini Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta tidak mau mengambil peran untuk rekomendasi tersebut. Justru serikat pekerja sektoral dibenturkan dengan pihak asosiasi pengusaha sektoral. Penetapan UMSP sudah selayaknya diberikan berdasarkan kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di DKI Jakarta. Dalam kajian kami, sektor keuangan minimal berhak 10% dari UMP, sektor pengolahan 13%, retail besar 16%, serta konstruksi dan sektor lain dengan prosentase yang bervariasi.
Yulianto mengatakan terdapat 9 besar sektor yang memberikan kontribusi kepada PDRB DKI Jakarta, berdasarlan release Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, adalah sektor dalam kategori C, F, G, I, J, K, L, N, P. Pengelompokan berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2015 semestinya sudah harus dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta, sebagaimana wilayah penyangga Jawa Barat dan Banten yang menata UMSK berdasarkan pengelompokan KBLI.
"Persoalan upah adalah persoalan paling mendasar bagi seluruh pekerja/buruh, sehingga GBJ sebagai aliansi pekerja/buruh di Jakarta memastikan akan mengawal setiap proses penetapan UMP DKI Jakarta tahun 2017. Seluruh federasi serikat pekerja baik yang memiliki perwakilan di Dewan Pengupahan Propinsi dan di Lembaga Kerja Sama Tripartit Propinsi DKI Jakarta, serta federasi serikat pekerja lainnya yang ada di Jakarta, telah menyatakan komitmennya dalam GBJ untuk memperjuangkan penetapan UMP DKI Jakarta sesuai UU 13/2003. Pemerintah seharusnya menegakkan aturan hukum dan tidak melakukan pelanggaran hukum," pungkas Yulianto.